KUNINGAN (MASS) – Bulan Ramadan biasa dijadikan sebagai patokan waktu oleh sebagian muzakki (wajib zakat) untuk menghitung nisab dan mengeluarkan zakat. Selain memudahkan menentukan hitungan waktu dalam satu tahun, juga untuk mengambil kemuliaan dan keberkahan bulan Ramadan.
Zakat menjadi kewajiban bagi setiap muslim yang berkecukupan harta diberikan kepada yang berhak menerima (mustahiq). Siapakah mustahiq itu? Berkaitan mustahiq dijelaskan dalam Q.S. At-Taubah ayat 60. Dengan mengetahuinya, muzakki akan tepat sasaran dalam menyalurkan zakatnya.
Di zaman sekarang ini, disinyalir tidak sedikit orang yang berkecukupan berpura-pura miskin. Maka wajar jika setiap ada pendataan orang miskin guna untuk penyaluran zakat dan penyaluran bantuan lainnya jumlahnya selalu bertambah.
Di sinilah pentingnya muzakki mengenal mustahiq. Oleh karena itu, agar dapat menyalurkan zakat secara tepat, maka seorang muzakki dituntut untuk mengenali secara cermat calon mustahiq (penerima zakat).
Pertama, fakir. Yaitu, orang-orang yang tidak mempunyai harta atau hasil usaha (pekerjaan) untuk memenuhi kebutuhan pokok dan tangggungannya. Rasulullah SAW bersabda, “Zakat tidak halal diberikan kepada orang kaya dan mereka yang memiliki kekuatan untuk bekerja.”
Kedua, miskin. Yaitu, orang yang mempunyai harta dan hasil usaha (pekerjaan) akan tetapi masih tidak mencukupi untuk menanggung dirinya dan tanggungannya. Nabi SAW bersabda, “Bukanlah termasuk orang miskin mereka yang keliling meminta-minta kepada manusia, kemudian hanya dengan sesuap atau dua suap makanan dan satu atau dua buah kurma ia kembali pulang.”
Para Sahabat bertanya, “Kalau begitu siapakah yang dikatakan sebagai orang miskin, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Orang miskin adalah orang yang tidak mempunyai sesuatu yang bisa mencukupi kebutuhannya. Namun, tidak ada yang mengetahui keadaannya sehingga ada yang mau memberinya sedekah dan ia juga tidak meminta-minta kepada manusia.”
Ketiga, amil zakat. Yaitu, orang yang melaksanakan untuk mengumpulkan, menyimpan, menjaga, mencatat berapa zakat yang masuk dan keluar serta sisanya, dan menyalurkan atau mendistribusikannya kepada yang berhak.
Keempat, muallaf. Yaitu, orang-orang yang dianggap lemah imannya, karena baru masuk Islam. Nabi SAW telah memberikan kepada Shafwan bin Umayyah harta dari hasil rampasan perang Hunain, dan dia ikut berperang dalam keadaan masih musyrik, ia bercerita, “Rasul SAW tidak henti-hentinya memberiku harta rampasan hingga akhirnya beliau menjadi manusia yang paling aku cintai, padahal sebelum itu beliau adalah manusia yang paling aku benci.”
Kelima, budak. Diriwayatkan dari al-Hasan al-Bashri, Muqatil bin Hayyan, Umar bin Abdil Aziz, Sa’id bin Jubair, an-Nakha’i, az-Zuhri dan Ibnu Zaid mereka berpendapat bahwa yang dimaksud dengan budak adalah al-Mukatab (budak yang telah mengadakan perjanjian dengan tuannya untuk membayar sejumlah uang sebagai tebusan atas dirinya).
Keenam, gharimin. Yaitu, orang yang memiliki hutang, menanggung hutang dan tidak sanggup membayarnya karena telah jatuh miskin.
Ketujuh, orang yang berjuang fi sabilillah. Yaitu, orang yang berjuang di jalan Allah dalam arti luas. Intinya, mereka yang melindungi dan memelihara agama serta meninggikan kalimat tauhid, seperti berperang dan berdakwah.
Kedelapan, ibnu sabil. Dia adalah musafir yang berada di suatu negeri dan tidak memiliki sesuatu apa pun yang bisa membantunya dalam perjalanan, ia diberikan dari harta zakat secukupnya yang bisa digunakan untuk pulang kampung, walaupun mungkin dia memiliki sedikit harta.
Rasul SAW bersabda, “Zakat itu tidak halal diberikan kepada orang kaya kecuali lima macam, yaitu amil atau orang yang berperang di jalan Allah atau orang miskin yang menerima zakat, kemudian dia menghadiahkannya kepada orang kaya.”
Jika kesadaran berzakat umat Islam meningkat disertai kecermatan para muzakki dalam menyalurkan zakat maka dapat mengurangi kesenjangan hidup antara orang kaya dan orang miskin. Wallahu a’lam
Imam Nur Suharno
Pembina Korps Mubaligh HK, serta Kepala Divisi Humas dan Dakwah Pesantren Husnul Khotimah, Kuningan, Jawa Barat
