KUNINGAN (MASS) – Penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 pertanggal 19 Juli 2022 terhitung lebih kurang tinggal 574 harian lagi. Hal ini tentu mesti menjadi fokus semua pihak untuk turut serta terlibat aktif dan mensukseskannya.
Mengacu dari PKPU Nomor 3 Tahun 2022 tentang Tahapan dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilu 2024 tanggal 9 Juni 2022, maka kini Pemilu 2024 akan menghadapi tahapan Pemutakhiran Data Pemilih dan Penyusunan Daftar Pemilih yang berlangsung pada rentang waktu 14 Oktober 2022 s.d. 21 Juni 2023.
Sementara itu, regulasi yang mengatur pemutakhiran data pemilih dalam Pemilu 2024 atau yang lebih akrab disebut mutarlih, belum ada satu aturan pun yang diterbitkan dan disahkan.
Hal tersebut mungkin masih dalam proses penggodogan sebab pada rentang waktu 14 Juni 2022 s/d 14 Desember 2023 merupakan tahapan penyusunan peraturan KPU. Maka legal formal mutarlih yang dapat dijadikan acuan sementara yakni PKPU Nomor 6 Tahun 2021 tentang Pemutakhiran Data Pemilih Berkelanjutan.
“Pada aspek technical, regulasi ini terhitung masih relevan. Sebab kita tahu bahwa tujuan mulia adanya Pemutakhiran Data Pemilih Berkelanjutan (PDPB) ini diantaranya untuk memelihara, memperbaharui, dan mengevaluasi DPT Pemilu atau pemilihan terkahir secara terus-menerus dan berkelanjutan yang digunakan untuk penyusunan DPT pada Pemilu berikutnya; kemudian untuk menyediakan data dan informasi Pemilih berskala nasional dan daerah mengenai Data Pemilih secara komprehensif, akurat, dan mutakhir,” terang Ketua Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Kabupaten Kuningan Zaka Vikryan.
Lebih lanjut Zaka menyampaikan bahwa tahapan mutarlih ini seyogyanya dilakukan secara serius dan berkualitas. Sebab menurutnya, hasil dari pemutakhiran data pemilih akan berdampak ke segala hal.
“Kalau ngga serius nanti bisa kacau. Misal, kebingungan menentukan jumlah TPS, lalu pemenuhan logistik di TPS, mengukur partisipasi pemilih, dan bukan tidak mungkin akan berpengaruh pada kualitas rekapitulasi suara,” ujarnya.
Pada dasarnya, aturan mengenai jumlah DPT dalam satu TPS telah diatur pasal 350 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Di pasal itu, disampaikan bahwa satu TPS diisi maksimal 500 pemilih. Ditambah dengan 2% DPTb (Daftar Pemilih Tambahan) dari total keseluruhan DPT.
“Angka 2% DPTb itu ada untuk melindungi hak pemilih yang tidak memiliki undangan (formulir C6). Sehingga, total maksimal pemilih yang bisa mencoblos di satu TPS adalah 510 orang. Namun pada pelaksanaan Pemilu 2019, KPU menilai angka 500 itu terlalu banyak. Dalam simulasi yang dilakukan KPU, waktu yang dapat dihabiskan satu orang untuk mencoblos sekitar dua menit. Jika ada 500 pemilih, maka waktu yang dihabiskan bisa mencapai 1.000 menit atau sekitar 16 jam,” terang Zaka.
Untuk menyikapi hal tersebut, KPU, Bawaslu, dan Partai di tingkat pusat menyekapakati bahwa 1 TPS menjadi 300 pemilih. Alhasil, lahirlah PKPU No 11 Tahun 2018 berisi klausul bahwa satu TPS maksimal berisi 300 pemilih. Ditambah dengan 2% DPTb dari total DPT tersebut.
“Lantas bagaimana dengan Pemilu 2024 di Kabupaten Kuningan? Saya pkikir, tentu kunci awalnya ya ada di tahapan mutarlih ini. Soal bagaimana kualitas penyelenggaraan Pemilu 2024 di Kabupaten Kuningan tentu tidak bisa lepas dari bagaimana kualitas mutarlih yang dilakukan. Deteksi sejak dini tentang pemilih berkelanjutan dan pemilih potensial akan membantu penyelenggara untuk membuat rancangan skema jumlah TPS dan kebutuhan lainnya. Sembari menunggu siapa tahu ke depan segera terbit dan disahkan regulasi ihwal Mutarlih untuk Pemilu 2024,” papar Zaka.
Zaka menambahkan, sebagai penyelenggara, ploting TPS ini sifatnya urgent. “Dengan adanya skema jumlah dan titik-titik TPS ini akan menjadi bahan pertimbangan dalam persiapan Pemilu 2024. Penyelenggara mesti bisa mempersiapkan dua kemungkinan, apakah satu TPS akan 500 pemilih sesuai undang-undang Pemilu, atau satu TPS akan 300 pemilih sesuai kesepakatan KPU, Bawaslu, Partai dan lembaga terkait di tingkat pusat,” terangnya.
Perencanaan tersebut hanya dapat dilakukan jika kualitas pemutakhiran data pemilih berkelanjutan di daerah dilakukan secara komprehensif, akurat, dan mutakhir sesuai amanat regulasi. Untuk itu, penyelenggara dituntut untuk memiliki kompetensi, profesionalitas, dan integritas dalam menjalan tugas-tugasnya.
“Ihwal tugas dalam PDPB bagaimana, tentu sudah diatur dalam Pasal 7 PKPU 6 Tahun 2021. Ihwal bagaimana pola koordinasinya, sudah tencatum juga dalam Pasal 10 yang memuat 10 lembaga dalam pelibatan koordinasi PDPB. Soal siapa yang dimutakhirkan dalam PDPB, sudah juga diatur dalam Pasal 13, dan aspek-aspek lainnya sudah ada acuannya,” ujar Zaka.
Terakhir Zaka menyampaikan, dalam hal pemutakhiran data pemilih selain aspek kognitif, harus pula disertai dengan kecakapan komunikasi dan koordinasi. Sehingga diharapkan tugas yang dinilai cukup berat tersebut akan terasa ringan dan berjalan dengan kualitas yang paripurna. Alhasil, kelak setiap masyarakat yang memiliki hak pilih, dapat menyalurkan hak pilihnya dalam Pemilu 14 Februari 2024.
“Menjaga hak warga negara dalam mementukan pilihannya adalah amanah konstitusi, jika tidak bisa menjalankannya dengan baik maka bukan hal yang muskil apabila muncul penilaian bahwa setiap yang bertanggungjawab atas hal tersebut telah mencederai undang-undang,” pungkas Zaka, pria yang pada tahun ini genap 31 tahun. (eki/rls)