KUNINGAN (MASS) – Tukang ojek yang dipenjara 6 bulan plus denda Rp200 juta, Misbah (56), dinilai sebagai korban kriminalisasi. Ayah dari 5 anak dan 2 yatim itu harus mendekam di balik jeruji besi hanya gara-gara Rp25 ribu. Pasca putusan banding, mulai menyeruak gerakan peduli Misbah.
Seperti kemarin (23/4/2018) sekelompok massa mendatangi kantor kejaksaan. Disusul tadi pagi (24/4/2018), massa dari Kompak Bersatu menjenguk korban di Lapas Cijoho.
“Hari ini kami mengunjungi LP Cijoho dan menemui pa Misbah. Alhamdulillah beliau baik-baik saja dan terlihat pasrah dan iklas atas ketentuan yg ada. Dan kegiatan dilanjutkan ke rumah keluarga Misbah memberikan santunan,” kata H Mulyana Latif ST.
Aksi ini menurut Nana, merupakan wujud kepedulian terhadap perlakuan hukum yang tebang pilih sehingga tidak mewakili rasa keadilan di wilayah hukum Kabupaten Kuningan.
Tebang pilih yang ia maksudkan, dapat dilihat dari pasal yang dipakai untuk menjerat Misbah.
Pada pasal 187A UU 10/2016, disebutkan, ayat (1) Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada warga negara Indonesia baik secara langsung ataupun tidak langsung untuk mempengaruhi pemilih agar tidak menggunakan hak pilih, menggunakan hak pilih dengan cara tertentu sehingga suara menjadi tidak sah, memilih calon tertentu, atau tidak memilih calon tertentu sebagaimana dimaksud pada Pasal 73 Ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan denda paling sedikit Rp 200.000.000 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000 (satu miliar rupiah).
Kemudian ayat (2) Pidana yang sama diterapkan kepada pemilih yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan
hukum menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud pada Ayat (1).
“Ayat 1 dan 2 adalah satu kesatuan. Tapi kenapa di kasus pa Misbah hanya ayat 1 yang dipakai sedangkan ayat 2 sebagai penerima tidak dikenakan. Inilah yang membuat kami prihatin seandainya bicara keadilan,” tegas Nana.
Misbah, imbuhnya, seorang tukang ojek dengan penghasilan yang sangat pas pasan harus menghidupi keluarga besar 5 anak dan 2 yatim di rumahnya.
“Subhanalloh maka dengan kondisi inilah hati kami tergerak untuk terus menyuarakan keadilan dengan ‘Bokor Peduli Misbah’ dan menolong untuk meringankan beban di keluarganya. Selama menjalani hukuman maka keluarga Misbah adalah jadi tanggungan kami insya Allah,” tandas Nana.
Untuk GAKKUMDU pihaknya mengimbau sudahlah cukup hanya Misbah sebagai korban kedzoliman dan kriminalisasi kelompok pelapor yang kurang bertanggung jawab yang mengawal kasus Misbah sampai ke meja hijau hanya sekadar untuk kepentingan sesaat masa Pilkada.
“Jangan pernah terulang kembali hal serupa hingga akan memicu situasi kurang baik di kabupaten Kuningan,” pintanya. (deden)