KUNINGAN (MASS) – Pemilihan bupati Kabupaten Kuningan yang telah dilaksanakan serentak pada tanggal 27 November 2024 merupakan Pilkada pertama yang dilaksanakan secara serentak seluruh Indonesia. Memilih kepala daerah merupakan salah satu hak yang dimiliki oleh seluruh masyarakat dalam suatu negara yang menganut sistem demokrasi. Setiap rakyat berhak memilih siapa yang menjadi pemimpinnya. Salah satu indikator demokrasi yang berjalan dengan baik adalah penggunaan hak pemilihan dalam proses memilih pemimpin daerah.
Salah satu aspek yang menonjol dalam perhelatan Pilkada 2024 di kabupaten kuningan adalah menurunnya angka partisipasi pemilih khususnya di kalangan masyarakat pedesaan. Sekitar 312 ribu pemilih tidak menggunakan hak pilihnya dari 891 ribu yang tertera dalam daftar pemilih tetap (DPT), atau secara persentase sekitar 35 % pemilih tidak menggunakan hak nya untuk memilih.
Fenomena rendahnya partisipasi masyarakat ini erat hubungannya dengan masalah mendalam yang terjadi di pedesaan, yaitu minimnya lapangan pekerjaan dan makin mengeruhnya permasalahan tersebut dengan sikap apatisnya masyarakat terhadap hasil dari berbagai Pilkada sebelumnya. Masyarakat banyak berharap pada setiap pemilihan adalah terciptanya suatu perubahan yang berdampak pada keberpihakan program yang ada terhadap kesejahteraan masyarakat, termasuk dengan penyediaan lapangan pekerjaan di pedesaan.
Minimnya ketersediaan lapangan pekerjaan di pedesaanlah yang membuat para pemilih di Kuningan harus merantau ke perkotaan, untuk bisa mendapatkan peluang pekerjaan yang lebih baik. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) Kuningan, migrasi dari desa ke kota terus meningkat dari tahun ke tahun. Peningkatan angka mingrasi masyarakat Kuningan tidak terlepas dari terbatasnya lapangan pekerjaan di berbagai sektor ekonomi yang memungkinkan untuk dapat dikerjakan di pedesaan, seperti pertanian, peternakan, dan perikanan.
Di satu sisi kebutuhan ekonomi terus meningkat sedangkan kepastian ekonomi di pedesaan pun tidak menjanjikan, oleh karena itu tidak sedikit anak muda dan masyarakat umum memilih untuk meninggalkan kampung halamannya demi masa depa yang lebih baik di kota-kota besar.
Dalam kaitannya dengan proses perpolitikan pada Pilkada 2024 ini juga tentunya sangat berpengaruh. Para perantau di kota besar seringkali terputus komunikasi dari dinamika politik dan informasi yang beredar di daerah asalnya. Terlebih ketika mereka harus mengorbankan pekerjaannya sebagai buruh yang mendapatkan gajih harian serta harus mengeluarkan ongkos yang sampai ratusan ribu hanya untuk memilih pemimpin yang bahkan tidak peduli dengan perjuangannya.
Selain itu, banyak juga dari mereka para perantau yang kehilangan rasa memiliki terhadap daerah asalnya karena kebanyakan dari mereka hanya pulang setahun sekali atau dua kali hanya ketika hari raya dan merasa tidak lagi memiliki kewajiban untuk terlibat dalam proses berdemokrasi di desa.
Alasan lain dari rendahnya partisipasi pemilih adalah adanya ketimpangan ekonomi di masyarakat. Mereka merasa bahwa hak suara yang tidak digunakannyapun tidak akan berpengaruh dan tidak akan merubah keadaan kondisi ekonomi masyarakat. Ketidak percayaan masyarakat dalam sistem yang kian hari makin mengeruh ini mendorong sikap apatis masyarakat yang tercermin dari rendahnya partisipasi masyarakat dalam Pilkada 2024.
Disini perhatian pemerintah daerah untuk bisa mengidentifikasi secara mendalam terkait masalah ekonomi khususnya di kuningan yang menjadi penyebab banyaknya perantau. Pemerintah daerah perlu mengutamakan program-program yang dapat membuka peluang terbukanya lapangan pekerjaan di desa-desa. Pemberdayaan UMKM, pelatihan keterampilan dan inovasi, modernisasi sektor pertanian dan lain sebagainya. Dengan upaya serius dalam mengerjakannya, maka masyarakat desa akan lebih termotivasi untuk memenuhi sektor ekonomi di desa dan kembali berpartisipasi dalm pemilihan kepala daerah. Mereka akan merasa hak nya tidak sia-sia memilih pemimpin untuk perubahan nyata yang berdampak bagi kehidupan mereka.
Peningkatan partisipasi pemilu dalam Pilkada 2024 memerlukan pendekatan yang komprehensif. Pemerintah, lembaga sosial, dan calon kepala daerah harus bekerja sama untuk menciptakan kondisi yang memungkinkan masyarakat desa, baik yang masih tinggal di desa maupun yang telah merantau, merasa dihargai dan terlibat dalam proses politik.
Penyelesaian masalah ketimpangan ekonomi dan pemberian akses yang lebih luas terhadap partisipasi politik adalah langkah awal yang krusial. Masyarakat yang merasa memiliki masa depan yang lebih baik di desa mereka cenderung akan lebih aktif dalam menggunakan hak pilih mereka. Dengan demikian, menghubungkan lapangan pekerjaan dan hak suara yang terabaikan bukan hanya soal meningkatkan angka partisipasi, tetapi juga soal memperkuat fondasi demokrasi yang inklusif dan berkeadilan.
Penulis : Muh. Ragil Ar-Raqiib, Aktivis Muda Kuningan – Pengurus IMK Cirebon