KUNINGAN (MASS) – Berbicara tentang pola fikir atau alur berpikir kelihatannya enteng alias mudah. Terkadang orang tidak menyadari bahkan tersinggung kalau ada orang lain yang memintanya untuk merubah pola pikirnya. Dia tidak menyadari bahwa ketersinggungan adalah bagian dari alur berpikir yang perlu dievaluasi untuk perbaikan.
Pola pikir yang seringkali menempatkan diri kita orang lemah, tidak berdaya, dari keluarga miskin atau dari daerah terbelakang dan sebagainya seringkali tidak memberi dampak positif. Alih – alih semangat yang muncul, malah pesimisme yang berkembang. Kita semua tentu ingin berkembang untuk maju dan lebih maju lagi. Bukan hanya untuk kita secara pribadi, tapi tentu keluarga dan masyarakat kita pun ingin bisa lebih maju lagi. Persoalannya adalah apa yang bisa diharapkan dari model masyarakat yang alur berpikirnya pesimis ?
Sudah terlalu banyak masyarakat kita yang memiliki alur berpikir negatif, maka tolong jangan tambah lagi dengan pola pikir kita. Mari secara bersama – sama kita kembangkan alur berpikir positif agar energi positif nya terpancar pada orang – orang di sekeliling kita. Mungkin kita belum bisa berbagi pada orang – orang dengan harta kita, tapi kita bisa berbagi dengan motivasi dan semangat yang positif untuk terus membangun pandangan positif.
Masyarakat Indonesia itu sesungguhnya pintar – pintar, bahkan jauh di atas rata – rata masyarakat dunia kepintarannya. Hanya saja yang sering menjadi masalah adalah soal termotivasi atau tidaknya. Soal kesadaran akan kemampuan dirinya. Ini semua tentu sangat berkaitan erat dengan alur berpikir atau pola pikir dalam memandang sebuah fenomena. Ingat suatu objek yang sama akan menghasilkan beberapa pandangan yang berbeda, dan semua tergantung pada siapa dan dari sudut mana dia melihatnya. Jika ia berpandangan positif maka apapun kesulitannya bisa disulap menjadi peluang. Tetapi sebaliknya apapun peluangnya bisa dipandang sebagai sebuah kesulitan oleh orang yang memandangnya.
Menurut ahli saraf (neurolog) ada empat level gelombang otak kita, yaitu yang pertama gelombang Beta (14 – 100 Hz). Dalam frekuensi ini kita tengah berada pada kondisi terjaga, sadar penuh dan didominasi oleh logika. Inilah kondisi normal ketika kita bekerja, berkonsentrasi, berbicara, berpikir tentang masalah yang kita hadapi, dan lain – lain dan otak cenderung memantik munculnya rasa cemas, khawatir, stress, dan marah.
Kedua adalah gelombang Alpha (8 – 13.9 Hz). Ketika otak berada dalam getaran frekuensi ini, kita akan berada pada posisi khusyu’, relaks, meditatif, nyaman dan ikhlas. Dalam frekuensi ini kerja otak mampu menyebabkan kita merasa nyaman, tenang, dan bahagia.
Ketiga gelombang Theta (4 – 7.9 Hz). Dalam frekuensi yang rendah ini, seseorang akan berada pada kondisi sangat khusyu’, keheningan yang mendalam, deep-meditation, dan “mampu mendengar” nurani bawah sadar. Inilah kondisi yang mungkin diraih oleh para tokoh agama ketika mereka melantunkan do’a ditengah keheningan malam pada Sang Ilahi.
Keempat gelombang Delta (0,1 – 3,9 Hz). Frekuensi terendah ini terdeteksi ketika orang tengah tertidur pulas tanpa mimpi. Dalam frekuensi ini otak memproduksi human growth hormone yang baik bagi kesehatan kita. Bila seseorang tidur dalam keadaan delta yang stabil, kualitas tidurnya sangat tinggi. Meski tertidur hanya sebentar, ia akan bangun dengan tubuh tetap merasa segar.
Dari hasil beberapa penelitian tentang gelombang otak ini, ternyata bisa ditarik sebuah kesimpulan bahwa proses untuk menumbuhkan keyakinan positif dalam pikiran akan berlangsung dengan optimal jika otak kita tengah berada pada kondisi Alpha atau kondisi Theta. Dalam frekuensi inilah, kita bisa menanamkan nilai – nilai positif tentang kita dan cara pandang kita yang akan berpengaruh pada alam bawah sadar dan perilaku kita.
Dalam momen kontemplatif ketika bersujud dihadapan Sang Ilahi, selalu muncul perasaan keheningan yang menggetarkan, perasaan khusyu’ yang sungguh menghanyutkan. Saat itu kondisi otak kita sedang berada pada gelombang alpha. Dalam momen itu, dengan mudah bisa memasukkan energi positif dan spirit keyakinan dalam segenap pikiran kita. Ayo rubahlah cara pandang kita. Bangun ditengah keheningan malam, menghadap Tuhan Yang Maha Kuasa dan berbicaralah tentang harapan dan optimisme untuk mendapatkannya.***
Penulis: Dede Farhan Aulawi