Ada sebuah tradisi unik yang telah dilakukan sejak zaman Sunan Gunung Djati yaitu adzan Pitu (adzan tujuh). Adzan Pitu merupakan salah satu tradisi yaitu dikumandangkan nya adzan sebagai penanda waktu sholat oleh tujuh orang bersamaan.
Adzan Pitu secara pitutur sejarah merupakan tradisi yang dipercaya untuk menolak bala, Sunan Gunung Djati memaknai sebuah adzan bukan hanya sekedar panggilan untuk melaksanakan ibadah sholat, tapi ada satu hikmah yang dipercaya dapat memberikan manfaat bagi seluruh masyarakat di tanah Jawa pada masanya.
Adzan pitu pertama kali dilakukan pada zaman Sunan Gunung Jati, Syekh Syarif Hidayatullah. Salah satu istrinya yaitu Nyimas Pakungwati yang merupakan putri Mbah Kuwu Cirebon, Pangeran Cakrabuana terkena wabah penyakit. Wabah itu juga menyerang sejumlah warga Cirebon di sekitar keraton. Beberapa upaya dilakukan untuk menghilangkan wabah tersebut, tetapi hasilnya selalu berujung kegagalan. Akibatnya banyak rakyat Cirebon yang meninggal dan jatuh sakit.
Setelah berdoa kepada Allah, Syekh Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati mendapatkan petunjuk bahwa wabah di tanah Caruban atau Cirebon tersebut akan hilang dengan cara mengumandangkan adzan yang dilantunkan tujuh orang sekaligus. Sunan Gunung Jati akhirnya berikhtiar dengan bertitah kepada tujuh orang agar mengumandangkan adzan di Masjid Agung Sang Cipta Rasa sebagai upaya menghilangkan wabah tersebut.
Dari segi budaya adzan Pitu yang dikumandangkan oleh tujuh orang secara bersama sama merupakan kemajemukan Mazhab islam pada era wali songo, adzan selain sebagai panggilan sholat juga dijadikan sebagai sarana syiar dakwah yang cukup efektif untuk masyarakat awam dalam mengenal agama Islam.
Jadi tidak ada yang mesti dipersoalkan mengenai adzan, adzan sudah ada dan menjadi tradisi turun temurun sejak zaman wali songo jauh sebelum republik ini ada.
Penulis : R Hamyaiza