KUNINGAN (MASS) – Peringatan hari santri yang akan jatuh pada Kamis (22/10/2020), disebut-sebut sebagai momentum yang tepat sebagai hari perlawanan ketidakadilan.
Hal itu diutarakan pengasuh pondok pesantren Pusaka Ciwedus, Kyai Ahmad Mustofa Agil S Kom I, saat diwawancarai kuninganmass.com di pondoknya, Desa Timbang, Kecamatan Cigandamekar.
“Jangan hanya bangga karena adanya hari santri. Tapi harus tahu, apa yang ada dibalik sejarahnya. Resolusi jihad,” ujarnya sembari menerangkan sejarah perlawanan kaum sarungan pada agresi militer ke 2 Belanda.
Menurutnya, menjadi kalangan santri dan pemuka agama, haruslah berani dan mengatakan kebenaran apapun resikonya.
“Kita lihat, ulama-ulama tempo dulu, bagaimana berjuang dan berani,” jelasnya sembari mencontohkan para ulama kenamaan seperti Buya Hamka yang dipenjarakan.
Dalam Islam, Kyai Ahmad menyebut menyebarkan dan mendakwahkan Islam itu bertingkat, mulai dari dakwah menyebarkan kebaikan, hizbah yang berupa amar ma’ruf nahyi mungkar, serta tingkatan paling tinggi adalah Jihad fi sabilillah.
Meski mengambil istilah Jihad, Kyai Ahmad tidak merujuk pada peperangan. Namun pada memperjuangkan umat, baik itu secara akidah, ekonomi dan kritis pada kebijakan pemerintahan.
Saat ditanyai perihal banyaknya yang tidak menyarankan aksi pada hari santri, dirinya menyebut bahwa aksi adalah hak asasi manusia.
“Dalam Islam, diajarkan ketika melihat kemungkaran, robahlah dengan tanganmu, kuasamu. Jika tidak, ya dengan ucapanmu,” ujarnya.
“Para kyai misalnya, ucapkanlah kebenaran sebenar-benarnya. Kalau bukan siapa-siapa, minimal mengingkari dan mengkritisinya dalam hati.
Perihal Zul, Kyai Ahmad juga cukup lugas. Menurutnya, Zul harus ‘tahu diri’ dan sadar.
“Kalau dia (Nuzul, red) tidak turun, saya yakin, siapapun yang memarjinalkan kyai, santri ataupun pesantren akan di adzab, dunia dan akhirat,” ujarnya diakhir wawancara. (eki)