KUNINGAN (MASS) – Dalam kisruh Perumda Aneka Usaha (PDAU) Kuningan yang berujung pada pemecatan direktur beserta 43 karyawannya, Komisi II DPRD Kuningan dinilai lelet. Mestinya, sejak mencuat kabar pemecatan, komisi tersebut langsung mengundang KPM (Kuasa Pemilik Modal) atau pemda untuk mencari tahu situasi yang terjadi.
“Kan mulai kisruh pemecatannya sejak tanggal 5 Januari. Apalagi disusul dengan kedatangan puluhan karyawan PDAU ke dewan. Harusnya secepatnya ditindaklanjuti oleh komisi II. Ini sekarang sudah tanggal 12 baru mengundang direktur dan dewan pengawas,” kata Bendahara DPC Repdem (Relawan Perjuangan Demokrasi) Kuningan, H Karyani, Rabu (12/1/2022).
Bukti kelalaian komisi II dalam menjalankan tupoksinya, imbuh pria yang akrab disapa Jikar itu, terlihat pada hari Rabu ini dengan melakukan pemanggilan direktur dan dewan pengawas. Padahal direktur sudah resmi diberhentikan dengan adanya Surat Keputusan (SK).
“Kemana saja sampai gak tahu ada SK pemecatannya. Terus sejak tanggal 5 sampai 12 itu kan ada jeda semingguan. Waktu yang lama tersebut mestinya dimanfaatkan oleh komisi II dalam menyikapi permasalahan ini,” ucap Jikar.
Untuk SK pemecatan karyawan, ia belum mengetahuinya secara pasti. Namun ketika KPM sudah bicara seperti itu maka menurutnya itu sudah jadi sebuah kebijakan. Kalau betul para karyawan PDAU dipecat maka perlu dipertanyakan dasarnya. Selain itu hitungan pesangonnya seperti apa, menurut dia harus jelas.
Saat ditanya apakah kebijakan pemecatan dianggapnya baik, secara diplomatis Jikar mengatakan, baik atau buruknya sebuah kebijakan harus dilihat dari segi apa dulu. Pandangannya, kisruh PDAU merupakan kegagalan pemimpinnya alias direktur. Tidak seharusnya, sambung dia, ada pemecatan seluruh karyawan.
“Yang dipecat direktur, kalaupun emang mau plt ditunjuk siapa. Plt yang akan terus berkomunikasi dengan KPM. Masa yang salah direktur, karyawan kena imbasnya. Kalaupun semua karyawan dipecat, maka aktivitas usaha yang dikelola PDAU pun harusnya tutup,” tandasnya.
Ia menegaskan, kisruh PDAU bukan dari karyawannya melainkan dari direkturnya. Justru seharusnya direktur yang dibenerin atau diberhentikan, bukan karyawannya.
Berarti bupati selaku KPM salah? Jikar mengatakan, dalam menjawab pertanyaan itu tidak dapat menyalahkan ataupun tidak membetulkan. “Mungkin ada sudut pandang yang belum kita ketahui tentang keputusan tersebut,” ungkapnya.
Yang jelas menurut Jikar, fungsi pengawasan dari komisi II tidak berjalan. Disamping terlambat memanggil direktur, mestinya sebelum ada pemecatan pun komisi tersebut terus melakukan pengawasan dan mencari tahu situasi yang terjadi.
“Ini bukan hanya berlaku pada PDAU yah. Perusahaan daerah itu kan banyak. Ada BPR, PAM, LKM. Komisi II tetap harus melakukan pengawasan ekstra. Karena lahirnya perusahaan daerah harus bisa berdampak kepada masyarakat, untuk kesejahteraan masyarakat, bukan hanya mengeruk keuntungan saja,” tegas Jikar.
Dengan ambruknya PDAU yang notabene salah satu perusahaan daerah, menurut dia, jadi kelihatan bahwa perusahaan daerah tersebut belum bisa berbuat apa-apa kepada masyarakat.
“Buktinya bermasalah. Apakah kesalahan kebijakan dari KPM. Apakah kesalahan manajemen pengelolaan perusahaan,” ujarnya.
Siapa Figur yang Pantas Jadi Direktur PDAU yang baru?
Pria yang sempat mengikuti seleksi direktur PDAU ini sempat ditanyakan terkait siapa calon direktur yang baru. “Banyak saya kira. Ada Udin Bayem (H Udin Kusnedi, red) dari PAN. Ada juga Udin Burhanudin,” sebutnya.
Diakui Jikar, dulu dirinya pernah masuk bursa pencalonan. Keikutsertaannya dinilainya sebagai bagian dari perhatian terhadap asset daerah. Tapi dalam perjalanan, kemungkinan ada beberapa penguji yang kurang sreg terhadap visi misi yang diusungnya.
Apakah sekarang akan siap jika ditunjuk KPM untuk menjadi direktur PDAU yang baru? “Itu mah berbalik lagi ke KPM. Karena sepenuhnya yang bisa mengeluarkan keputusan perusahaan daerah itu adalah KPM. Harus dilihat dulu apa sih permasalahan di PDAU itu. Apakah karena manajemennya, keuangannya atau lainnya,” pungkas Jikar. (deden)