KUNINGAN (MASS) – Musim kemarau sering kali membawa konsekuensi serius terutama dalam hal kelangkaan air. Musim kemarau ini menjadi penyebab utama kelangkaan air dan memberikan dampak pada sektor kehidupan. Curah hujan yang kurang membuat kekeringan di beberapa wilayah Indonesia sehingga warga mengalami krisis air bersih. Apa itu kekeringan? Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), kekeringan termasuk dalam bencana hidrometeorologi.
Kekeringan didefinisikan sebagai defisit curah hujan pada suatu wilayah dalam periode tertentu. Sementara pengertian kekeringan menurut Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), adalah kondisi kurangnya air bagi kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya pada suatu wilayah yang biasanya tidak kekurangan air. Kekeringan merupakan kondisi normal dari iklim di setiap wilayah.
Indonesia sendiri terdapat dua musim yaitu penghujan dan kemarau. Kekeringan ini lebih sering terjadi di saat musim kemarau yang ditandai dengan sumber air seperti sumur, sungai, waduk dan aliran air lainnya kering bahkan sudah tidak ada debit air lagi di dalamnya. Sehingga untuk mencari air harus warga harus menempuh perjalanan yang jauh atau bisa juga membelinya dengan harga yang tidak murah.
Faktor utama penyebab kekeringan ini adalah kurangnya curah hujan Jika wilayah mengalami musim kering atau hujan di bawah rata-rata, hal ini dapat mengakibatkan kurangnya air yang mengalir ke sungai, danau, dan sumber air lainnya. Selain itu ada beberapa faktor penyebab terjadinya kekeringan yaitu
- Pemanasan Global perubahan iklim yang disebabkan oleh pemanasan global dapat mempengaruhi pola hujan dan suhu di berbagai wilayah.
- Variabilitas iklim yang ekstrem dapat meningkatkan risiko kekeringan. Penggunaan air yang berlebihan sehingga ketika terjadi musim kemarau warga tidak mempunyai pasokan air yang cukup untuk kehidupan sehari-harinya.
- Deforestasi penebangan hutan secara besar-besaran mengurangi efisiensi siklus air. Hutan memainkan peran penting dalam menjaga kelembaban udara dan mempromosikan pembentukan awan. Tanpa hutan yang cukup, wilayah dapat menjadi lebih kering.
- Perubahan penggunaan lahan, seperti konversi lahan pertanian menjadi pemukiman, dapat mengubah pola aliran air dan mengurangi retensi air di tanah, meningkatkan risiko kekeringan.
- Boros dalam penggunaan air tanah ternyata berimbas pada kekeringan di beberapa daerah. Dampak boros air tersebut semakin parah ketika kemarau tiba. Biasanya, penggunaan air berlebihan ini bisa disebabkan kebiasaan menggunakan air untuk rumah tangga yang berlebihan atau penggunaan air dalam jumlah besar oleh para petani untuk mengairi sawah. Jika dilakukan terus menerus akan berdampak pada habisnya cadangan air.
- Kerusakan hidrologis yaitu kerusakan fungsi dari wilayah hulu sungai karena waduk dan pada bagian saluran irigasinya terisi sedimen dalam jumlah yang sangat besar. Akibatnya, kapasitas dan daya tampung air akan berkurang sangat drastis dan hal tersebut akan memicu timbulnya kekeringan saat datangnya musim kemarau
Dampak dari kekeringan ini membuat warga resah, karena berakibat pada kurangnya pasokan air bersih. Musim kemarau menyebabkan penurunan tingkat air tanah karena kurangnya curah hujan yang tidak mencukupi untuk mengisi kembali air tanah. Hal ini dapat mengakibatkan sumur-sumur mengering dan menurunkan ketersediaan air bagi masyarakat. Selain itu banyak dampak yang di timbulkan dari kelangkaan air di musim kemarau adalah pertanian terancam musim kemarau dapat mengakibatkan penurunan ketersediaan air untuk pertanian. Tanaman membutuhkan pasokan air yang cukup, dan kurangnya hujan dapat menghambat pertumbuhan tanaman, mengurangi hasil panen, dan memicu krisis pangan.
Ekosistem yang terpengaruh Sungai, danau, dan ekosistem air lainnya rentan terhadap penurunan volume air selama musim kemarau. Ini dapat merugikan keberlanjutan ekosistem air, mempengaruhi kehidupan satwa air dan tumbuhan. Salah satu dampak kekeringan yang harus diwaspadai adalah kurangnya sumber air minum. Jika sumber air minum tidak tercukupi dengan baik manusia akan mengalami dehidrasi yang mana sangat berbahaya bagi kesehatan tubuh manusia.
Selama ini manusia bisa bertahan beberapa hari tanpa makan, namun manusia tidak bisa bertahan lama akibat tidak minum. Kehidupan masyarakat yang dilanda kekeringan pun akan terancam. Saat musim kemarau seperti ini tanaman menjadi mati karena tidak ada air yang bisa digunakan sebagai sumber kehidupannya. Mungkin hanya beberapa tanaman saja yang bisa bertahan hidup seperti jati dan kaktus, selebihnya tanaman lain akan menjadi kering dan kemudian mati. Jika tanaman banyak yang mati maka polusi udara semakin marak, oksigen menjadi terbatas sehingga makhluk hidup bisa mudah mati. Serta resiko kebakaran hutan yag sangat tinggi akibat dari cuaca panas dan tanah yang kering.
Upaya yang dapat dilakukan Masyarakat untuk mengatasi kelangkaan air di musim kemarau:
- Penghematan air di rumah Masyarakat dapat mengadopsi kebiasaan penghematan air di rumah, seperti memperbaiki kebocoran, menggunakan peralatan yang efisien air, dan mematikan keran saat tidak digunakan.
- Penanaman Pohon dan Konservasi Tanah Melalui program penanaman pohon dan praktik konservasi tanah, masyarakat dapat membantu meningkatkan daya serap air tanah dan mengurangi risiko erosi, sehingga menjaga ketersediaan air.
- Meningkatkan pemahaman masyarakat tentang pentingnya air melalui program edukasi dapat mendorong perilaku yang lebih bijaksana terkait penggunaan air sehari-hari.
- Dukungan aktif terhadap proyek-proyek pengelolaan air yang berkelanjutan, seperti pembangunan waduk, instalasi sistem daur ulang air, dan pemanfaatan teknologi modern, dapat membantu mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya air.
- Membangun kapasitas masyarakat lokal dalam mengelola sumber daya air dapat menciptakan solusi yang lebih berkelanjutan dan sesuai dengan kebutuhan setempat.
Lima upaya ini dapat dilakukan dan di pakai di kehidupan masyarakat umtuk mengatasi kelangkaan air di musim kemarau dan diharapkan agar masyarakat dapat bersama-sama mengatasi tantangan kelangkaan air di musim kering, memastikan keberlanjutan sumber daya air, dan melindungi lingkungan hidup untuk generasi mendatang.
Penulis: Azzahra Nur Safitri – Mahasiswi IAIN Syekh Nurjati Cirebon