KUNINGAN (MASS) – Pasca disahkannya Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RPABD) Kabupaten Kuningan tahun Anggaran 2020 beberapa waktu silam yang sempat menuai beragam polemik dan kontroversi dari pihak birokrat, maupun dari para pengamat politik lokal, wartawan, mahasiswa hingga masyarakat umum. Hal tersebut semakin “memanas” dengan dengan hasil jumlah anggaran yang dialokasikan untuk rakyat yang hanya 776 Milyar dari total keseluruhan RAPBD kabupaten kuningan yang berjumlah 2,6 Trilyun.
Terdapat hal-hal yang harus dikupas tuntas mengenai pengalokasian anggaran tersebut dan menjadi sorotan utama khusus nya bagi masyarakat yang akan “menerima” dana tersebut. Apabila kita mengacu pada visi dan misi kabupaten kuningan tahun 2018 sampai dengan tahun 2023 yang tertera bahwa pemerintah kabupaten kuningan (pemda) ingin mewujudkan pembangunan kawasan pedesaan berbasis pertanian, wisata, budaya dan potensi lokal untuk mencapai petumbuhan serta pemerataan ekonomi rakyat.
Berdasarkan visi dan misi tersebut, sudah sepatutnya pemerintah kabupaten kuningan menjadikan masyarakat sebagai prioritas utama dalam penyerapan RAPBD untuk mengembangkan sektor sektor potensional yang dapat dijadikan sumber mata pencaharian. Namun dengan alokasi anggaran yang “hanya” 776 Milyar apakah cukup untuk mewujudkan cita cita tersebut?
Dalam hal ini, Pemda seperti “menutup mata” akan kepentingan hajat masyarakat umum kabupaten kuningan serta tumpang tindih antara visi dan misi dengan realisasi kebijakan melalui RAPBD 2020. Walaupun Masyarakat tidak terlibat langsung penganggaran dengan terperinci, mereka hanya berharap bahwa dengan “political will” nya mempercayakan kepada pemda untuk alokasi anggaran yang sesuai dan adil serta menutup rapat celah yang kemungkinan besar dapat dimanfaatkan oleh oknum birokrat yang tidak bertanggung jawab.
Sebagai mahasiswa, penulis tidak ingin masyarakat kebingungan dan terbelenggu dalam rantai kemiskinan tak berujung, yang justru disebabkan oleh pemda yang tidak becus dalam menyusun RAPBD dan seolah menganggap masyarakat tidak perlu tahu apa apa tentang perencanaan anggaran daerah. Jangan sampai para birokrat di”jinak”kan oleh ketukan palu sidang dan menjadi tidak berdaya untuk mengubah suatu kebijakan atas dasar aspirasi masyarakat, dimana dalam demokrasi terdapat istilah “suara rakyat adalah suara Tuhan” dan alam kutipan lirik lagu musisi legendaris iwan fals “Saudara dipilih bukan dilotre”.***
Achmad Irsyad Imanuddin
Ketua Umum PK IMM FKIP Uniku