KUNINGAN (MASS) – Kepala Desa Randusari Kecamatan Cibeurem, Tata Kasta, menyebut jika nanti relokasi adalah solusi yang dipilih karena dampak bau menyengat Bendungan Kuningan, harapannya warganya harus dapat ganti untung, bukan sekedar ganti rugi.
Hal itu, disampaikan Kades Randusari kala diwawancara Kuningan Mass perihal Bendungan Kuningan yang merupakan Proyek Strategis Nasional (PSN), Selasa (30/1/2024) siang kemarin, di balai desa setempat.
Kuwu Tata menjelaskan, di awal pembangunan Bendungan Kuningan, warganya tidak diberikan opsi pindah dari tempat tersebut. Warga, juga tidak tahu bahwa pintu air bendungan akan berdampak bau menyengat dan kebisingan yang mengganggu.
Diresmikan Presiden pada Agustus 2021, masalah bau menyengat ini baru timbul sekitar hampir 6 bulan lalu, saat pintu air dibuka pada bulan September 2023.
“Bahwa dampak dari bendungan Kuningan itu memang yang dirasakan warga setempat, yang ada di sekitar itu 53 rumah, itu memang bau yang menyengat, bising, terus embun uap bendungan itu ke masyarakat,” kata Tata.
Sejauh ini, pihak BBWS memang melakukan upaya penutupan bak penampung air agar tidak terlalu memyengat bau, meskipun tidak permanen. Ada juga pemeriksaan kesehatan. Namun yang jadi soal, perkiraan bau menyengat ini ternyata tidak sebentar, akan terjadi 5-6 tahun.
Karena hal itulah, muncul opsi relokasi warga yang paling terdampak karena tumahnya hanya berjarak 30 meteran dari pintu air Bendungan, tepatnya Dusun Wanaasih. Solusi itu, terungkap dalam pertemuan lintas sektoral bersama Pemda dan BBWS.
Selain solusi relokasi, muncul juga solusi sementara. Mulai dari penutupan bak, pemasangan mesin penyedot uap raksasa, dan penanaman pohon penyerap bau. Relokasi, merupakan alternatif terakhir.
“Kata Kepala Balai, waktu itu mau direlokasi masyarakat tidak mau. Tapi kami bantah, kebetulan kami sudah dua kali jadi kades, tidak ada rencana relokasi, hanya RT 05 RT 06 (yang relokasi),” sebut Kades.
Ia mengamini, sejauh ini bahwa hanya pintu air Bendungan Kuningan yang lokasinya terlalu dekat dengan pemukiman warga. Sementara, warga sendiri tidak terpikir dampaknya akan seperti ini. Sehingga, awalnya tidak terjadi gejolak.
“Saat dibuka bulan 9, baru dirasakan (dampaknya),” ungkapnya.
Adapun soal bau, kemungkinan dari tumbuh-tumbuhan yang membusuk dan terendam air di bawah. Meski sebelum diisi air sempat dilakukan pembersihan lahan, ternyata tidak semua diangkut ke pinggir. Ada yang terendam.
Bukan hanya pohon dan rumput yang mungkin tumbuh sebelum terendam, ada juga puing ratusan rumah warga berikut septink teng-nya. Kesemuanya, membusuk di bawah air dan menimbulkan bau.
Bau yang menyengat, kata Tata, hanya terjadi pada air di kedalaman 0-20 meter. Tinggi air Bendungan yang mencapai 43 meter itu, bagian atasnya tidak ada bau.
“Ada dua pembuangan (bendungan), dari bawah ketika irigasi surut, yang dari atas keluar sendiri ketika udah penuh,” kata Tata, menjelaskan kenapa pintu air bau menyengat.
Kembali soal rencana relokasi, Kades Tata mengatakan akan menggelar musyawarah dengan warga terdampak pada akhir pekan ini. Nanti, jika kesimpulannya memang relokasi, Tata mengatakan pihak BBWS sudah siap membantu.
“Saya yakin masyarakat pengen direlokasi, karena tidak nyaman. Tidak setahun dua tahun, kata kepala balai (baunya) 5-6 tahun. Karena memang dari endapan, spitenk, tumbuh-tumbuhan membusuk. Memang kalo bau (dari bendungan baru) itu lumrah, kalo bendungan lain itu karena jauh dari pemukiman (makanya tidak ada keluhan masyarakat),” kata Kades.
“Memang saya kira, karena ini satu paket, PSN Bendungan Kuningan, (harus) ganti untung. Karena bukan serta merta ingin masyarakat, (tapi) karena masyarakat tidak nyaman. Karena kalo nyaman (masyarakat) tidak mau pindah. Harus ganti untung, bukan ganti rugi,” imbuhnya.
Ia mengatakan, sebenarnya kalo situasinya bisa kembali nyaman,warga pun tak ingin pindah. Bagaiamanapun jauhnya dari pusat kota, kampung sendiri selalu punya ikatan batin. Tapi saat ini, kondisi masyarakatnya terganggu, air tercemar, bising, embun bau dan berdampak pada kesehatan warga.
“Tapi ya alhamdulillah, salah satunya (sejauh ini BBWS dan pemerintah) mendatangkan dokter hewan. Udah ada langkah-langkah, kami tidak menghilangkan (kerja-kerja) kepada pihak BBWS, istilahnya pemeriksaan gratis. Dari Pemkab juga, setelah kunjungan Sekda, hari berikutnya (ada kunjungan) dari dinas terkait,” turur Kades.Â
Saat ini, warga harus menerima bau menyengat karena pintu air tak mungkin ditutup sepenuhnya. Kebutuhan air di hilir, tetap harus dipenuhi. (eki)