KUNINGAN (MASS) – Fenomena dana talang atau pinjaman instan di sekitar area kampus yang ditawarkan mahasiswa lainnya kini makin mengkhawatirkan. Awalnya, dana talang hadir sebagai solusi cepat bagi mahasiswa yang membutuhkan dana darurat, baik untuk membayar Uang Kuliah Tunggal (UKT), fotokopi tugas, atau sekadar bertahan hidup di akhir bulan. Namun, kenyataannya, dana talang kini justru menjadi sumber masalah baru yang membayangi kehidupan mahasiswa.
Fadil Fadilah, salah satu mahasiswa Universitas Bhakti Husada Indonesia (UBHI), mengungkapkan pengalaman pahitnya. Ia bercerita, dalam praktiknya, banyak mahasiswa terjebak dalam skema pinjaman dengan bunga yang mencekik dan denda keterlambatan yang sangat tinggi.
“Minjem nyamah mudah cuman perlu KTP dan akun media sosial, tapi memang bunga nya gede dan memberatkan,” katanya kala diwawancara kuninganmass.com pada Kamis (14/8/2025).
Fadil menjelaskan bahwa tidak jarang mahasiswa harus menanggung beban hingga dua atau tiga kali lipat dari jumlah pinjaman awal hanya dalam hitungan minggu. Hal ini membuat banyak dari mereka terjebak dalam lingkaran utang yang seolah tak berujung.
“Saya merasa tertekan dan bingung, terutama saat harus membayar denda yang terus membengkak,” ungkapnya.
Lebih parah lagi, tekanan dari penagihan yang agresif sering kali berdampak pada kesehatan mental mahasiswa. Fadil menyampaikan bahwa dalam beberapa kasus, data pribadi mahasiswa bahkan disebar sebagai bentuk ancaman atau “penyelesaian” nonformal.
Ia mengklaim, soal seperti ini, kampus pun belum mengambil sikap tegas untuk menyikapi praktik pinjaman yang merugikan ini. Banyak mahasiswa merasa tidak ada dukungan dari pihak universitas untuk melindungi mereka dari jebakan pinjaman.
“Kami butuh perlindungan dan edukasi mengenai risiko pinjaman semacam ini,” jelas Fadil.
Ia menyebutkan bahwa bunga yang mencapai 50% itu terpaksa diambil karena memang kebutuhan, namun dibalik itu semua, denda yang diuterapkan yang membuat hutang nya bisa mencapai berkali-kali lipat.
“Iya saya dulu pinjam 400 ribu sesuai dengan kesepakatan beberapa minggu kemudian bayarnya jadi 600 ribu, trus kalo telat sehari nambah lagi 50 ribu alhamduliullah untungnya saya udah beres kemaren tapi masih banyak teman yang lain,” jelas Fadli.
Dana talang di kampus bukan menjadi solusi, melainkan api yang sewaktu-waktu bisa membakar masa depan mahasiswa. Dengan semakin banyaknya mahasiswa yang terjebak dalam utang, Fadil menilai, diperlukan langkah nyata untuk mengatasi masalah ini.
“Edukasi finansial yang lebih kuat harus menjadi prioritas, agar mahasiswa dapat membuat keputusan yang lebih bijak,” pungkas Fadli. (raqib)
