KUNINGAN (MASS) – Pada Rapat Paripurna Internal DPRD tentang usulan perubahan pimpinan dan alat kelengkapan DPRD (AKD) Kabupaten Kuningan, Rabu (6/4/2022) siang, jadi sorotan banyak pihak. Pasalnya, dalam rapat itu, selain terjadi 2 fraksi yang walk out (WO), Gerindra Bintang dan PAN, sempat juga ada aksi banting mik dan jungkalkan meja.
Ya, banting mik sendiri awalnya dilakukan Deki Zaenal Mutaqin. Politisi Gerindra yang satu ini, membanting mik saat menyampaikan interupsi dan aspirasi pada pemilihan anggota BK DPRD. Deki, awalnya mengusulkan dengan semangat soal system pemilihan, yang harusnya one man one vote. Sayang, di tengah usulan itu, mik yang digunakannya terus lus-les.
Masih dari fraksi yang sama, Toto Tohari adalah aktor jungkirkan meja hingga kacanya pecah. Bukan tanpa alasan, Toto reflek melakukan tersulut suasana yang kian memanas.
Kejadian ini sendiri bukan ujug-ujug bim salabim. Pembahasan AKD –jabatan strategis di DPRD- memang memanas belakangan ini. Apalagi, tepat sebelum dilaksanakan Rapat Paripurna DPRD, sehari sebelumnya malah tersebar bocoran siapa saja yang akan mengisi posisi tersebut, mulai dari ketua komisi, Bapemperda, serta Badan Kehormatan (BK).
Dalam susunan yang tersebar itu, dua fraksi tersingkir. Kedua fraksi tersebut adalah Gerindra Bintang dan PAN. Dan anehnya, apa yang sudah tersebar, tidak berbeda dengan yang ditetapkan. Dua fraksi ini beranggapan, semua memang sudah settingan koalisi 6 fraksi lainnya.
Dalam rapat paripurna pun terjadi demikian. Di tengah pembahasan komisi (menentukan ketua komisi, red) dan Bapemperda yang dilakukan di luar ruang paripurna (di lantai dua gedung DPRD), kedua fraksi memilih tetap di ruangan. Dua fraksi ini menganggap, untuk apa ikut rapat ke lantai 2, jika sudah tentu tidak diajak ?
Namun, pembahasan usulan anggota BK DPRD berbeda. Pembahasan ini dilakukan tersendiri di ruang paripurna. Saat itulah, pembahasan mulai memanas. Dua fraksi, Gerindra Bintang dan PAN, seolah tidak bisa pasrah soal keikutsertaan usulan 5 anggota BK. Dan saat itu, pimpinan sidang, Nuzul Rachdy, awalnya sempat memberikan kesempatan pada peserta untuk teknis pemilihannya.
Munculah usulan paket, dimana satu anggota dewan, bisa mengusulkan 5 nama untuk jadi anggota BK DPRD. Saat itulah, dari fraksi Gerindra dan PAN, bersikukuh, seharusnya satu orang hanya bisa mengusulkan satu orang saja, lebih fair. Kalo satu orang mengusulkan 5 orang, terlihat memang sudah ada nama yang disiapkan.
Hal yang membuat Gerindra tambah berang adalah, nama-nama calon anggota BK DPRD memang sudah tertulis dalam sebuah papan putih oleh spidol. Seolah, seperti rancangan sebelumnya. Padahal, Gerindra yakin kalo pemilihan anggota BK DPRD harus sesuai tatib, tertera dalam Pasal 137 Tata Tertib DPRD, bahwa setiap fraksi, berhak mengusulkan satu (1) orang calon anggota BK.
Sedangkan Nuzul, berpedoman bahwa dalam pasal tersebut tidak diatur secara rinci soal teknis. Lalu memilih suara 6 fraksi yang meminta pemilihan berdasar ‘paket’ 5 orang. Hal itulah yang kemudian disusul aksi WO, dan jungkilkan meja.
Anggota Fraksi Gerindra-Bintang, Deki mengatakan bahwa fraksinya tidak puas akan rapat paripurna tersebut. Namun dirinya menyayangkan, karena pimpinan sidang malah segera menyimpulkan keputusan satu orang memilih paket, tanpa ada argumentasi yang jelas. Pimpinan sidang, menyimpulkan hal tersebut karena menganggap 6 fraksi sudah sepakat. Hal itu, dianggap Deki bentuk seolah-olah voting.
“Voting adalah salah satu alternatif terakhir, kita masih bisa debat-debat ilmiah argumentasi ilmiah, terkait apa yang ditafsirkan dalam tatib ini. Dalam tatib tidak tertera teknis, namun dengan sikap diambil keputusan yang akan dilaksanakan adalah sistem paket, karena pengusulan itu dari 6 fraksi. Padahal kan belum ada musyawarah mufakat, terlebih ini dalam pemilihan,” ujarnya setelah WO.
Dirinya mengatakan, ada kerancuan dalam proses AKD, meski secara hukum tidak melanggar karena tatib dianggap tidak menjelaskan secara teknis, namun lanjut Deki, secara etik memalukan. Padahal, baik fraksinya merasa tidak memaksakan akan masuk BK, hanya menjalankan persidangan sebagaimana mestinya.
Ketua Partai Gerindra, didampingi aktor penjungkalan meja, Toto, mengatakan bahwa dinamika politik yang terjadi memanglah hal yang biasa. Namun saat ini, Deis menyebut dagelan ludruk politik ini dianggapnya menghalalkan segala cara.
“Ternyata, selebaran yang kemarin itu, benar semua. Semua pimpinan komisi semua benar, bahwa AKD ini sudah terjadi sebelumnya. Karena kita juga dapat bocoran, mereka sendiri sebenarnya tidak solid, tapi karena dipaksa fraksi. Mungkin tidak sesuai dengan hati nurani,” sebutnya.
Yang tidak lumrah, kata Deis, pada saat pemilihan anggota BK, sebenarnya masih ada kesempatan fraksinya masuk BK jika prosedurnya sesuai. Apalagi, PAN sebelumnya sudah mengatakan bahwa suaranya akan sepakat dengan Gerindra.
Dirinya sampai mensimulasi, bahwa Gerindra Bintang dan PAN, jumlahnya ada 13 kursi. Sisanya 36 kursi (satu DPRD tidak hadir) adalah koalisi PDIP, Golkar, PPP, PKB, PKS, Demokrat. Dan untuk memasukan 5 anggota BK, 13 kursi itu sangat memungkinkan ada yang masuk.
Ketua Partai PAN H Uba Subari juga turut angkat suara perihal WO-nya bersama Gerindra. Uba menyebut, koalisi 6 fraksi sebagai persekongkolan untuk memperebutkan jabatan dan kepentingan. Dan itu, memang akan menumbalkan korban. Dan PAN serta Gerindra itulah yang jadi korban.
“AKD itu apa sih, hanya jabatan gak ada ngaruhnya. Yang penting kedepan kita menatap 2024. Iya (Lebih bebas di luar koalisi, red),” jawabnya.
Sedangkan, Ketua DPRD sekaligus pimpinan siding Nuzul Rachdy mengatakan, semua yang terjadi di ruang rapat paripurna hanya dinamika politik biasa. Dan semua itu, lanjut Zul, sudah selesai.
“Wajar gak puas, namanya juga pemilihan ada puas ada yang tidak puas,” jawabnya.
Adapun soal kerusakan, Zul mengatakan bahwa itu bukanlah hal besar. Zul mengatakan bahwa itu hanya kerusakan biasa. “Nggak lah itu mah kerusakan apa, hanya beberapa ini saja,” jawabnya singkat saat keluar ruang sidang. (eki)
Tonton juga disini :