KUNINGAN (MASS) – Mahasiswa KKN UMK di Desa Sangkanurip Kecamatan Cigandamekar menginisiasi Dialog Terbuka Kebudayaan dengan menggandeng Disporapar, dosen Seni Pertunjukan, Kepala dan perangkat serta masyarakat desa setempat. Dialog terbuka, dilakukan bertujuan untuk mengenal dan melestarikan tradisi budaya Ider Heuleut di Desa Sangkanurip, Selasa (6/8/2024).
Kepala Desa Gunawan Wibiksana dalam dialog terbuka menyebutkan bahwa Ider Heuleut adalah tradisi turun temurun dengan berkeliling desa bertujuan untuk mengetahui batas-batas wilayah desa.
“Pada zaman sekarang memang sangat mudah mengetahui bata wilayah Desa dengan menggunakan Google Maps, tetapi makna budaya Ider Heuleut lebih dari itu,” ujar Kades.
Adapun prosesi kegiatan Ider Heuleut dimulai dengan berkumpulnya masa di Kantor Kepala Desa Sangkanurip lalu memulai berkeliling ke batas-batas Desa Sangkanurip. Setelah sampai ke suatu batas wilayah desa mengadakan kegiatan inti membaca kalimat tahlil, tasbih dan takbir, serta tidak lupa berdoa kepada Allah untuk keselamatan, keberkahan, kemakmuran masyarakat desa dan dijauhkan dari musibah. Kegiatan ini lebih pada tradisi Ruwatan Desa.
Dosen seni pertunjukan, Lousy Loustiawaty, S.Sn., M.Sn. turut menyampaikan dan harapan bagaimana budaya Ider Heuleut ini dapat menjadi event tahunan yang bisa dipertunjukan kepada khalayak umum dan bagaimana suatu budaya dapat dikelola dengan baik oleh pihak-pihak terkait yang nantinya bisa bekerjasama dengan para sponsor.
“Ider Heuleut sebagai budaya Desa Sangkanurip memerlukan perhatian lebih lanjut dari pihak pemerintah Kabupaten Kuningan para stakeholder dan masyarakat desa khususnya yang melibatkan juga anak muda sebagai bentuk re-generasi dan pelestarian budaya. Mulai dari pengenalan kepadagenerasi muda, publikasi kegiatan Ider Heuleut di Media Masa/Media Cetak, menciptakan branding Desa Wisata, Desa Budaya,” sebutnya.
Kepala Bidang Destinasi, Pariwisata Ritto Riswanto, S.Par., M.Par. turut hadir serta mengatakan bhahwa budaya Ider Heuleut di Desa Sangkanurip memiliki potensi yang besar untuk menjadi identitas Desa Sangkanurip. Namun budaya Ider Heuleut memerlukan pemerhatian lebih lanjut dari instansi terkait, mulai dari pengenalan budaya kepada dinas-dinas terkait, konten budaya memerlukan penyelarasan oleh pemerintah desa guna menghindari miskomunikasi atau perbedaan pendapat.
“Dalam melaksanakan suatu kebudayaan desa, tidak hanya sekedar melaksanakan kegiatannya saja, pun juga itu pelaksanaan kegiatan kebudayaan seharusnya dibarengi dengan penggunaan bahasa dan sastra lokal, Grastonomi (pengunaan makanan-makanan local), penggunaan pakaianlokal’,” ujarnya sembari mengutarakan bahwa Desa Sangkanurip memiliki potensi sebagai Desa Budaya.
Setelah sesi penyampaian materi, kegiatan Dialog Terbuka Kebudayaan ini juga berlangsung atraktif dengan banyaknya pertanyaan yang diajukan, dan kemudian dibahas oleh para pengisi kegitan.
“Dengan terlaksanakanya kegiatan Dialog Terbuka Kebudayaan ini, kami selaku Mahasiswa KKN Universitas Muhammadiyah Kuningan di Desa Sangkanurip berharap bahwa kerja sama antara pihak dapat terjaga dan mewujudkanIder Heuleut sebagai Ikon Budaya dan Pariwisata di Desa Sangkanurip,” harap Topan Septiadi, perwakilan mahasiswa. (eki)