KUNINGAN (MASS) – Kaitan dengan proses hukum kasus dugaan money politics yang sedang berjalan di Pengadilan Negeri Kuningan, massa FPI Kuningan Jumat (6/4) mendatangi kantor Panwaslu Kuningan. Di ruang Sentra Gakkumdu Kuningan mereka berdialog dengan jajaran panwaskab.
Sekitar 100 massa terlihat hadir dalam audiensi itu. Selain dari FPI, tampak pula dari Pemuda Pancasila dan Kompak Bersatu. “Kami ke sini, pertama silaturahmi. Kemudian kami meminta agar ada pembinaan terhadap panwas baik ditingkat kecamatan dan desa,” terang Ketua FPI Kuningan KH Kholidin.
Poin berikutnya, ia meminta agar jangan terjadi lagi proses hukum yang dianggap lemah dalam menjalankan aturan. Mestinya, sebelum kasus naik ke meja hijau, duduk bersama terlebih dulu guna mencari solusi.
“Karena sekarang kapolres dan kajari tidak hadir, maka harus ada tindaklanjut dari pertemuan ini. Silakan panwas koordinasikan. Kita diskusi dalam rangka menjaga kondusifitas Kuningan. Kalau proses hukum, silakan berjalan,” tandasnya disambung pengurus FPI lainnya yang merasa kecewa atas ketidakhadiran kapolres dan kajari.
Massa diterima Ketua Panwas, Jubaedi SH dan Abdul Jalil Hermawan. Keduanya berterima kasih atas masukan dan kritik yang disampaikan FPI. Namun ketika naiknya kasus dugaan money politics dianggap prematur, mereka memberikan penjelasan.
“Kalau dianggap prematur atau terkesan dipaksakan, itu memang penilaian. Tapi kalau kita standarnya itu, selama formil dan materilnya terpenuhi maka naik SG 1 (pertemuan sentra gakkumdu tahap 1) dan SG 2 (pertemuan sentra gakkumdu tahap 2),” jelas Jalil.
Itu semua, imbuhnya, dilakukan oleh panwas dan gakkumdu. Kalau silaturahim pihaknya sepakat. Termasuk menjaga kondusifitas yang menjadi mimpi bersama.
Soal kenapa hanya si pemberi yang dijadikan tersangka, Jalil mengatakan, dirinya termasuk orang yang meminta agar masalah si penerima dibahas. Namun setelah diskusi dengan Gakkumdu Provinsi Jabar, diputuskan untuk fokus kepada si pemberi.
“Karena kalau si penerima, dari sekitar 70 orang yang hadir ketika diundang, niatan untuk mencari uangnya gak ada. Pembuktiannya tidak terang benderang,” kata Jalil.
Di UU pun antara pasal si penerima dan si pemberi itu berbeda. Tidak ada istilah ‘dan/atau’, melainkan pasal lanjutan.
Sedangkan menangkis anggapan tebang pilih, ia memperjelas terlebih dulu makna tebang pilih tersebut. “Yang saya maknai, tebang pilih di sini pesenan paslon dan kenapa hanya si pemberi saja yang dijerat. Untuk pesenan paslon tertentu, jelas tidak. Sedangkan kenapa hanya si pemberi, tadi sudah saya jelaskan,” ucapnya.
Soal mediasi sebelum kasus naik P21, Jalil mengatakan, bukan tidak ada. Seperti yang ia jelaskan sebelumnya, patokan kerjanya pada terpenuhinya formil dan materil. Sehingga berlanjut pada SG1 dan SG2.
“SG1 itu membahas terpenuhi formil dan materil. Sedangkan SG2 menentukan pasal. Setelah itu penyidikan dan P21,” terang dia.
Ketidakhadiran kapolres dan kajari, Jalil mengatakan memiliki alasan. Untuk kapolres, Mabes Polri sudah mewanti-wanti agar tidak merilis hasil penyidikan ke public. Sedangkan untuk kejaksaan, karena pagi sampai siang tengah bersidang.
“Tapi untuk lebih jelasnya, silakan konfirmasi ke kapolres dan kajari. Itu penjelasan ke kami sewaktu tadi malam kita pertemuan,” serunya. (deden)