KUNINGAN (MASS) – Salah satu kegiatan Adisi (Aksi Mengabdi dengan Penuh Dedikasi) yang digelar Ikatan Pemuda Pelajar dan Mahasiswa Kuningan (IPPMK) di Desa Bunigeulis, adalam workshop tentang kopi, Selasa (25/1/2022) kemarin.
Kegiatan workshop itu, mendatangakan narasumber Taufik Hernawan. Dalam workshop itu, Taufik mengatakan bahwa Asosiasi Petani Kopi (Apeki) Kuningan berkewajiban mensosialisasikan pengolahan kopi di Kuningan, termasuk di Desa Bunigeulis.
“Kopi di Kuningan adalah kopi yang sedang dicari karena punya potensi yang luar biasa, bahkan kopi Subang sudah ekspor ke luar negeri, Amerika,” ujarnya.
Cita rasa kopi di Kuningan, menjadi ciri khas yang berbeda-beda dibanding kopi lainnya. Hal itu, lanjut Taufik, disebabkan karena Kuningan punya bentuk geografi yang berbeda mulai dari tekstur tanah, pegunungan, dataran tinggi dan dataran rendah.
Gunung Ciremai ini, kata Taufik, menjadi tempat yang bagus untuk penanaman kopi.
“Kopi di Kuningan memiliki dua karakter, yaitu kopi dari dataran rendah dan dataran tinggi dengan jenis yang sama bisa menghasilkan cita rasa yang berbeda,” ujarnya.
Sasaran produksi kopi di Kuningan kata Taufik adalah UMKM karena lebih mementingkan kualitas dan cita rasa.
“Biji kopi bisa dibeli melalui orang lain. Diolah, dikemas, dan dibranding melalui online maupun secara langsung,” tuturnya.
Taufik menuturkan bahwa kopi di Kuningan mulai booming pada tahun 2015. Trend kopi di Kuningan berawal dari film Filosofi Kopi di kota besar dan berefek ke Kuningan.
Meski begitu, kopi di Kuningan belum menyebar secara luas. Menurut Taufik, hal ini disebabkan karena pengalaman jam terbang.
“Nenek moyang kita tidak pernah memproses kopi,” tuturnya.
Saat ini, kopi di Kuningan belum memiliki ciri khas yang bisa membuat kopi Kuningan dikenal lebih luas. Menurut Taufik, penyebabnya adalah passion jiwa-nya belum kompak.
“Dalam hal nama kopi, setiap kemasan selalu membawa brand masing-masing. Namun, hal ini sedang didiskusikan oleh stakeholder,” sebutnya.
Taufik juga menyarankan untuk menamai semua kopi di Kuningan dengan nama Kopi Kuningan. Harapannya, stakeholder-pemerintah dan swasta bisa saling mendukung dan membantu.
“Alhamdulillah mereka support meski pun belum maksimal,” ujarnya.
Lebih lanjut, Taufik menyebut, Stakeholder dari birokrasi belum memiliki pengetahuan yang mendalam mengenai kopi, tetapi terlihat mau belajar dan membantu. Mereka mulai tertarik karena banyak petani kopi di Kuningan.
“Menjamurnya kedai kopi di Kuningan menandakan banyak yang tertarik mengenai kopi,” tambahnya.
Taufik juga mengatakan apabila pelaku-pelaku kopi konsisten dan terus berkembang, lima tahun kedepan akan menjadi produsen kopi. (eki)