KUNINGAN (MASS) – Aku sedang menyimak seorang pemuda yang sedang berorator penuh semangat di depan gedung DPR, banyak mahasiswa dan masyarakat sipil di sana tapi mataku dan telingaku hanya berfokus padanya. Sambil ditemani satu mangkuk baso yang sudah mau habis, siapa dia namanya? Tanyaku pada Kang Baso yang sedang mencuci mangkuk.
“Bara, dia ketua BEM di salah satu universitas yang ada di Kota Kuningara dan selalu menjadi orator saat berdemonstrasi” jawab Kang Baso.
Kenal sama dia kang? tanyaku
“Kenal mas, ia sering makan di sini bersama teman-temannya sambil diskusi untuk merencakan demonstrasi” jawab Kang Baso dengan santai.
Obroalanku dengan Kang Baso hanya sebentar, hanya untuk mengulik informasi si pemuda yang bernama Bara itu dari Kang Baso. Dari informasi Kang Baso aku tuliskan secara singkat dia seperti ini.
Bara, salah satu pemuda di Kota Kuningara yang semangatnya bagai api yang berkobar melahap apa yang mau ia lahap di depannya. Ia menjadi ujung tombak perubahan, yang bisa merevolusi kota ini. Menjadi pemimpin mempunyai power untuk mengajak bersatu dan bersama menggulingkan rezim-rezim rakus yang makan uang rakyat. Ia melawan para pemangku kebijakan yang tidak berpihak kepada rakyat, semangatnya sangat membara, menyala berkobar dan siap koar-koar dimana pun berada. Begitulah sosok bara cerita singkatnya. Sangat mengerikan dan mengagumkan.
Aku masih duduk di tempat yang sama, satu mangkuk baso sudah habis. Demonstrasipun sudah mau selesai. Tetapi aku melihat Bara dari kejauhan menaiki mobil truck dan berbicara lantang sebelum semuanya kembali hilang.
Hidup Mahasiswa!!!
Hidup Rakyat Indonesia!!!
Hidup Perempuan yang Melawan!!!
“Saudara-saudara di Kota Kuningara bagian barat yang tanahnya subur, penduduknya banyak, perairan melimpah ruah dimana-mana, segala sumber daya alam semuanya ada di kota ini. Pendidikannya berseri-seri, dan tak pernah pasti.” Kemudian Bara menujuk ke arah gedung DPR “ Wahai orang-orang yang penuh nafsu pada harta, dan tahta. Lihatlah rakyat yang kau wakili untuk memperoleh semuanya itu sangat sulit, harus bersusah payah, kerja keras, berkorban waktu, pikiran, serta tenaga. Tetapi kalian sangat mudah mendapatkannya karena adanya uang rakyat dan iming-iming kepentingan investor.
Bara kembali menatap ke arah demonstran “Banyak sekali tantangan yang harus dibenahai, khususnya sekarang yang sedang dalam ancaman yaitu alam kita, tempat kita tinggal, tempat kita bertumbuh dan berkembang. Tumbuhan, hewan, air, udara, dan segala tetek bengeknya sekarang sedang terancam oleh orang-orang yang rakus dan hanya menguntungkan segelintir orang yaitu para konglomerat. Mereka seakan lupa akan anak dan cucu yang akan hidup menggantikan kita semua. Harusnya kalian sadar. Hidup ini bukan untuk saat ini saja tapi untuk masa depan. Rawatlah bumi kita, maka bumi akan merawat kita, rawatlah pikiran kita maka hidup ini akan sentosa. Sadarlah sadar wahai orang-orang yang sedang duduk manis, yang selalu mengumbar janji manis. Sadarrr.
Dalam sejarah pembangunan kota ini, tahun ini adalah tahun yang sangat parah, kacau tak karuan. Kota ini sedang sakit. Karena para pemangku kebijakan seenak hati membuat peraturan dan sewenang-wenang dalam mengambil keputusan. Masyarakat dikelabui seakan-akan kota ini tidak terjadi apa-apa, ada pembabatan hutan ilegal dibagian barat kota Kuningara, hutan yang luasnya 1000 hektar dibabad habis untuk kepentingan bisnis, tetapi mengaku kepada media itu untuk kepentingan masyarakat bukan soal bisnis. Mulutnya bau amis karena sering janji manis.
Saudara-saudara ini adalah perjuangan untuk kita, agar kota ini kembali pulih dan sejahtera, agar anak dan cucu kita bisa merasakan air, tanah, tumbuhan dan sebagainya. Tanpa harus bayar, tanpa kekeringan dan tantap kehilangan. Wahai orang-orang yang berpakian rapi tapi tidak dengan isi pikiran. Tidak boleh lagi alih fungsi lahan, berhentikan pembangunan di kaki pegunungan, kurangi pembuatan perumahan. Konservasi harus jadi solusi, masyarakat harus merdeka, merdeka berfikir, merdekan inovasi, dan merdeka berkarya. Sekian dan terima kasih.
Adzan maghrib berkumandang, senja sudah kehabisan bahan bakar menularkan energinya kepada para demonstran. Wajah mereka sudah terlihat lemah, letih, lesu, tak berdaya, bau keringat bercampur dengan bau ketiak. Semua menghilang dan kembali pulang. Kecuali Bara, pemuda satu itu masih tetap sama seperti semula tak kehabisan bahan bakar.
“Keren juga dia kang”
“Iya mas” jawab kang baso
“Dia berani, percaya diri dan yang pasti dia sudah berani melawan sebelum mati”
“Iya mas, itu yang diperlukan sama kota ini, harus berani melawan. Lawan dalam bentuk apapun, misalnya bisa lewat tulisan puisi, cerpen, atau novel, jadi bukan haya aksi saja mas” jawab kang baso sambil santai.
“Aku akan menulis Kang, kukirimkan ke media maya, dan siapa saja bisa baca tulisanku”
“Saya pasti akan baca kang, tenang saja Tukang Baso gini juga suka membaca, berbeda dengan yang dalam bisanya membaca anggaran saja, bahkan kemarin saya membaca berita anggota DPR di rumahnaya tidak ada buku satu pun. Kan gila, negeri ini didirikan oleh para intelektual yang cinta membaca, sedangkan para wakil kita tidak mencintai itu” jawab kang baso
“Sepakat kang, betul sekali” jawabku sambil terkagum-kagum.
Waktu sudah menunjukan 00.00 WIB, aku sangat asik berbicara dengan diri sendiri, ditemani satu cangkir kopi di meja dan rokok kretek ditangaku, aku termangu dan berfikir peristiwa tadi siang kujadikan cerita pendek menarik juga. Dalam keheningan malam, imajinasi itu akan muncul.
Aku berkhayal dalam keheningan malam, jika aku menulis lalu ku kirimkan ke media, cerpen digital sastra dan diterima dengan baik, gila akau sangat bahagia, cita-citaku tercapai menjadi penulis dan dikenal banyak orang.
Mengingat kejadian siang tadi, memang benar hidup yang dipertaruhkan tidak akan pernah dimenangkan. Begitupun siang tadi perlawanan itu bisa pakai apa saja, lewat demonstrasi, bahkan lewat sastra digital sekali pun. Perlawanan tetap perlawanan dengan satu kata, sampai satu kalimat, hingga satu paragraf itu akan merubah persfektif kepada pembaca. Maka lawanlah sebelum mati.
Ssrrtttt….. Aahhh……Ku seruput kopi dengan penuh kenikmatan, mulai detik ini aku akan menulis. Aku akan kirimkan tulinsan ini ke media maya yang bisa diakses oleh semua penduduk bumi.
Satu minguu kemudian, aku kembali makan bakso di tempat yang aku menonton aksi demokrasi, tapi dari kejauhan aku melihat Kang Bakso sedang asik dengan handphonenya seperti sedang membaca sesuatu. Aku bergegas mendekatinya.
“Asik banget kang, lagi baca berita?” Tanyaku berusaha santai
“Bukan berita mas, tapi”
“Terus baca apa?”
“Baca cerita pendek’”
“Waw baca cerpen, sejak kapan jualan baso tapi baca juga kang?”
“Gak tau kang lupa, tapi saya sadar memang membaca itu sangat penting, membaca menjadi salah satu perlawanan yang sederhana, membaca yang baik sama saja dengan melawan kebodohan.”
“Judulnya apa kang kalo boleh tau?”
“Lawan Sebelum Mati”
Aku tertunduk lalu tersenyum…. Dalam dadaku, sesuatu bergolak. Ceritaku telah lahir, seperti bara api yang tak pernah padam. Di tengah kota yang sakit, di bawah langit yang kelam, perlawanan dimulai satu kata demi satu kata. LAWAN!!!
Kuningan 26/08/2025
Oleh: Ikhsan Maulana
