CIREBON (MASS) – Dalam rangka menjaga nalar kritis sebagai tugas dari mahasiswa, dan sebagai amanah organisasi, Ikatan Mahasiswa Kuningan (IMK) Wilayah Cirebon rutin menggelar Kajian yang dilaksanakan setiap malam Jumat di Sekretariat IMK Puri Taman Sari Blok C No 24 Cirebon. Kajian dimulai pukul 18.00 WIB, termasuk Kamis (3/1/2019) malam tadi.
Kajian tersebut merupakan salah satu program bidang PKMB (Pengembangan Kajian Minat dan Bakat). Dalam dua bulan ini, kajian terfokus dalam membedah buku yang berjudul Tugas Cendikiawan Muslim karya Ali Syariati.
Bedah buku Tugas Cendekiawan Muslim ini dianggap sangat relevan dengan kondisi bangsa saat ini, dimana dalam bukunya tersebut, Ali Syariati menekankan peran manusia dalam mengentaskan permasalahannya. Buku yang terdiri dari 7 Bab tersebut, dibahas perbab dalam tiap minggu.
Sekertaris Bidang PKMB, Roby, menuturkan bahwa kajian tersebut menjadi arah pergerakan yang harus dibangun sebagai seorang cendekia, baik itu dalam menghadapi persoalan humanisme, agama, bahkan lingkungan.
“Dari diskusi dan bedah buku ini, diharapkan bisa merangsang untuk berpikiran bebas, kritis, sistematis, rasional, tapi juga selektif,” ujarnya.
Hal itu, menurut Robi, ditunjukan untuk menumbuhkan karakter atau marwah mahasiswa yang kritis dan berwawasan luas. Menurutnya, kajian ini bisa dijadikan sebagai laboratorium, untuk melatih dalam berargumen, berpikir dan yang paling penting adalah menjaga akal sehat.
Salah satu anggota yang juga rutin ikut mengikuti kajian rutin tersebut, Inggil Abdul Kahfi, juga merasa sangat bangga bisa berpartisipasi dalam kegiatan merawat nalar kritis itu. Menurutnya, sebagai mahasiwa yang lekat dengan akademis, diskusi diskusi tersebut menandakan kepedulian sosial dan merangsang berfikir untuk menemukan solusi dalam setiap permasalahan yang mengemuka di masyarakat.
“Apalagi kan sekarang sedang ramai ramainya, entah itu persoalan yang ditarik dari perbedaan politis, merambah pada riuhnya persoalan lain, tugas cendekia lah yang harus bisa menengahi, dan tidak terbawa arus,” ujarnya.
Kajian selalu berlangsung dengan dialog dan diskusi yang ramai. Kajian yang dimulai setelah maghrib itu, sekurang kurangnya sekitar 2- 3 jam. Biasanya, setelah kajian yang diikuti para anggota tersebut, diakhiri dengan refleksi dari setiap audiens.
Latar belakang memilih buku tersebut karena buku ini cukup relevan bagi mahasiswa IMK untuk menguji daya intelektual dan menambah wawasan. Sedikit mendeskripsikan tentang garis besarnya buku tersebut Ali Syari’ati tidak akan luput membahas manusia dalam setiap karyanya, karena manusia itu adalah masalah bagi manusia itu sendiri.
Buku ini memiliki tujuh bab yakni Manusia dan islam, Pandangan Dunia, empat penjara manusia, piramid sosiologi kebudayaan, Penyaringan Sumber-sumber kebudayaan, ideologi dan perna kaum intelektual dalam masyarakat. Terkait penjelasan bab-bab tersebut secara komprehensif untuk membangun manusia yang memiliki kesadaran diri, dunia dan alam.
Buku ini sebenarnya merupakan jawaban terhadap mahasiswa sebagai orang-orang yang dianggap sebagai kaum intelektual. Karena pembahasan buku tersebut diawal-awal bab menjelaskan Humanisme dalam pandangan Islam, dimana esensi dari pandangan tersebut adalah tauhid sebagai pandangan religius yang berbanding terbalik dengan pandangan orang-orang barat pada Abad ke-19 khususnya yang lebih pada matrealisme, naturalisme dan monisme. Ketika masyarakat di timur memiliki budaya yang berbeda, tapi mahasiswanya terlalu membanggakan dirinya dengan apa yang ia dapat di Barat.
Penjelasan Ali Syari’ati yang cukup singkat dengan tebal buku sekitar 200 halaman dapat menunjukan eksistensinya sebagai cakrawala kesadaran yang mencakup; Ontologis, Epistemologis dan Aksiologis.
“Walaupun seorang Ali Syariati adalah muslim syiah tapi penerjemahnya adalah seorang sunni, namun konflik secara historis tidak perlu dibongkar kembali karena hanya akan menimbulkan phobia-phobia terhadap kebenaran yang sekiranya dibutuhkan oleh para mahasiswa khususnya intelektual dan cendikiawan yang dituntut berpikiran bebas, kritis, sistematis dan rasional namun perlu juga untuk selektif, yang seharusnya menjadi tugas kita adalah mencari kebenaran-kebenaran dalam Islam yang tertimbun oleh pemikiran-pemikiran barat yang Agnostik, sekularistik bahkan ateistik,” kata Robi.
Ini menurut Robi, karena terlalu bangga menjadi peniru dari pemikiran-pemikiran yang sekiranya tidak relevan dengan kehidupan masyarakat tanpa melakukan pengenalan diri dan penyaringan dan penggalian terhadap budaya yang ada untuk kembali mengembangkannya di masyarakat. (deden/rl)