KUNINGAN (MASS) – Setelah menyoroti potensi wisata yang belum maksimal akibat keterbatasan strategi bisnis, ada satu permasalahan lain yang juga perlu mendapat perhatian serius yaitu birokrasi yang menghambat langkah PDAU dalam mengembangkan usaha.
Dalam diskusi yang digelar oleh podcast Kuningan Mass yang diupload pada Kamis (20/3/2025), Wakil Ketua Kadin Kuningan, Dani Nuryadin, menegaskan bahwa regulasi yang terlalu ketat dan berbelit menjadi penghambat utama dalam kemajuan PDAU.
“Banyak kebijakan yang justru memperlambat pengembangan usaha PDAU. Seharusnya regulasi dibuat untuk mempermudah, bukan menghambat,” ujar Dani.
Salah satu dampak utama dari regulasi yang kaku adalah sulitnya PDAU menarik investor. Setiap keputusan strategis yang diambil harus melalui berbagai tahap persetujuan, mulai dari Kuasa Pemilik Modal (KPM), dalam hal ini Bupati, hingga DPRD. Proses tersebut memakan waktu lama dan sering kali mengakibatkan hilangnya peluang bisnis.
“Ketika investor datang dengan tawaran kerja sama, mereka ingin kepastian yang cepat. Namun, dengan regulasi yang ada sekarang, PDAU tidak bisa langsung menyepakati kerja sama tanpa melalui berbagai prosedur administratif yang panjang,” tegasnya.
Akibatnya, investor lebih memilih bekerja sama dengan sektor swasta yang lebih fleksibel dibandingkan dengan perusahaan daerah yang terikat regulasi. Tak hanya soal investasi, birokrasi yang berbelit juga berdampak pada pengelolaan operasional PDAU. Beberapa unit usaha yang seharusnya bisa berkembang lebih cepat justru terhambat karena keterbatasan ruang gerak dalam mengambil keputusan.
“Birokrasi yang ada saat ini tidak memberikan keleluasaan bagi PDAU untuk bergerak dinamis seperti sektor swasta. Inilah yang menyebabkan perusahaan daerah ini tertinggal,” lanjut Dani.
Sebagai solusi, Dani mengusulkan agar regulasi yang mengatur PDAU direformasi agar lebih fleksibel dan mendukung pengembangan usaha. Salah satu langkah yang bisa dilakukan adalah memberikan kewenangan lebih besar kepada direksi PDAU dalam mengambil keputusan bisnis, tanpa harus selalu melalui persetujuan yang panjang.
Selain itu, perubahan status hukum dari Perumda menjadi PT Perseroda juga dianggap sebagai langkah strategis untuk memberikan keleluasaan dalam pengelolaan bisnis.
“Banyak perusahaan daerah di Indonesia yang telah bertransformasi menjadi PT dan hasilnya lebih efektif. Jika kita ingin melihat PDAU berkembang, perubahan regulasi dan status hukumnya harus segera dilakukan,” ungkapnya.
Melalui kendala birokrasi yang ada saat ini, akankah reformasi regulasi benar-benar bisa diterapkan? Ataukah ada tantangan lain yang akan muncul? Salah satu contoh kasus yang bisa dijadikan bahan evaluasi adalah pengalihan pengelolaan Waduk Darma dari PDAU ke PT Jaswita Jabar. Bagaimana dampaknya terhadap kondisi keuangan PDAU? Simak pembahasannya dalam berita selanjutnya atau simak langsung videonya di bawah ini. (argi)
