KUNINGAN (MASS) – TENTARA musuh memasuki sebuah desa. Mereka menodai kehormatan seluruh wanita di desa itu, kecuali seorang wanita yang selamat dari penodaan. Dia melawan, membunuh dan kemudian memenggal kepala tentara yang akan menodainya.
Ketika seluruh tentara sudah pergi meninggalkan desa itu, para wanita malang semuanya keluar dengan busana compang-camping, meraung, menangis dan meratap, kecuali satu orang wanita tadi.
Dia keluar dari rumahnya dengan busana rapat dan bersimbah darah sambil menenteng kepala tentara itu dengan tangan kirinya.
Para wanita bertanya: ābagaimana engkau bisa melakukan hal itu dan selamat dari bencana iniā¦?ā.
Ia menjawab: ābagiku hanya ada satu jalan keluar. Berjuang membela diri atau mati dalam menjaga kehormatanā.
Para wanita mengaguminya, namun kemudian rasa was-was merambat dalam benak mereka. Bagaimana nanti jika para suami menyalahkan mereka gara-gara tahu ada contoh wanita pemberani ini.
Mereka khawatir sang suami akan bertanya, āmengapa kalian tidak membela diri seperti wanita itu, bukankah lebih baik mati dari pada ternodaā¦?ā.
Kekaguman pun berubah menjadi ketakutan yang memuncak. Bawah sadar ketakutan para wanita itu seperti mendapat komando.
Mereka beramai-ramai menyerang wanita pemberani itu dan akhirnya membunuhnya. Ya, membunuh kebenaran agar mereka dapat bertahan hidup dalam aib, kelemahan, dan fatamorgana bersama.
Beginilah keadaan kita saat ini, orang-orang yang terlanjur rusak. Mereka mencela, mengucilkan, menyerang dan bahkan membunuh eksistensi orang-orang yang masih konsisten menegakkan kebenaran, agar kehidupan mereka tetap terlihat berjalan baik.
Walau sesungguhnya penuh aib, dosa, kepalsuan, pengkhianatan, ketidakberdayaan, dan menuju pada kehancuran yang nyata.
Sebelum terlambat, pastikan berani berpihak kepada KEBENARAN.
āLetjen TNI (Purn) Kiki Syahnakri
(Tokoh Militer Indonesia)ā
Kuningan, 19 Pebruari 2024
Uha Juhana
Ketua LSM Frontal