KUNINGAN (MASS) – Pada ulang tahunnya yang ke-61, Ketua DPRD Kuningan Nuzul Rachdy SE menggelar bedah buku auto biografi-nya yang berjudul Tetirah Sang Pencerah.
Bedah buku itu, dilaksanakan pada Sabtu (5/3/2022) di Warung Woodland, Jl Ragaskti Desa Setianegara, Kecamatan Cilimus.
Dalam wawancaranya, Nuzul menyebut bukunya itu sebenarnya dilaunching tepat satu tahun lalu saat ulang tahun ke-60.
“Cuman waktu itu, belum terlalu PD (percaya diri, red) untuk menyebarkan. Pertama dalam situasi transisi, terombang ambing antara bisa bertahan dan tidak bisa bertahan (di posisi Ketua DPRD),” ujarnya di sela kegiatan.
Saat buku di launching, Zul memang tengah menunggu putusan PTUN. Setidaknya, 2 bulan setelah buku dilaunching, hasil PTUN itu keluar dan memenangkan gugatan Zul atasan putusan BK dan Paripurna DPRD.
Baca : https://kuninganmass.com/soal-diksi-limbah-gugatan-zul-dikabulkan-ptun/
“Saat itu (setelah adanya putusan PTUN, red) pun kami belum PD, takut dianggap sombong, takabbur,” sebutnya.
Namun belakangan, lanjut Zul, dirinya banyak diundang mahasiswa dalam diskusi, utamanya tentang wawasan kebangsaan dan pengalaman dalam politik. Dan diantaranya itu, menananyakan pengalaman Zul dalam kejadian ‘diksi limbah’.
“Tidak menyalahkan siapa-siapa, ini pembelajaran bagi semua orang. Bagi pejabat, menyampaikan statement harus hati-hati,” ucapnya sembari mengingatkan zaman digital.
Pembelajaran selanjutnya, kata Zul, yakni bagi para pengambil keputusan. Disebutkan secara khusus BK dan Paripurna. Pengambilan kebijakan, lanjut Zul, harus pure melalui satu analisis yang kuat.
Selanjutnya Zul juga mengingatkan kepada masyarakat, bahwa menyampaikan pendapat sifatnya bebas, tapi yang tidak boleh adalah memaksakan kehendak. Dirinya menganggap, kejadian kemarin, ada kelompok yang terkesan memaksakan kehendak.
“Temen-temen wartawan juga harus bertanggung jawab dalam menyampaikan pemberitaan. Jangan sampai, kalo tidak bertanggung jawab akan menimbulkan satu konflik horisontal. Ini merupakan pembelajaran politik,” tuturnya.
Adapun soal bedah buku, Zul mengaku itu adalah desakan dari beberapa elemen masyarakat. Dirinya bercerita, biasanya setelah diskusi dengan mahasiswa, di akhir dirinya diberi cendra mata. Dan untuk membalas cendra mata, Zul biasanya memberikan buku Tetirah Sang Pencerah untuk kenang-kenangan mahasiswa.
“(Isi bukunya, red) Sedikit pengalaman ini, Mudah-mudahan jadi pembelajaran terutama untuk anak muda, inspirasi. Isinya, 60-70 % pengalaman menghadapi kasus paling berat saya alami (diksi limbah, red),” ungkapnya.
Kala ditanya apakah Sang Pencerah itu juga merujuk pada istilah yang juga biasa ditujukan bagi pendiri Muhammadiyyah KH Ahmad Dahlan, Zul mengaku tidak menyamakan kesana.
“Terlalu jauh kalo disamakan dengan tokoh-tokoh nasional,” terangnya.
Dalam bedah buku itu, hadir sesama pimpinan DPRD seperti Ujang Kosash, dan Dede Ismail. Hadir juga anggota lainnya seperti Deki ZM, dr Toto dan Elin.
Hadir sebagai peserta diskusi, perwakilan dari organisasi pemuda dan mahasiswa seperti KNPI, Anshor, BEM kampus, HMI, PMII, IMM dan GMNI. Terlihat juga di lokasi, Kadiskominfo Dr Wahyu, Kadisporapar Toto Toharudin, Sekwan HM Nurdijanto.
Hadir sebagai pembedah/narasumber, ahli hukum tata negara Prof I Gede Pantja Astawa SH MH, ketua MUI Drs KH Dodo Syarif Hidayatullah, praktisi hukum H Indra Sudrajat SH, juga terlihat Ki Anom Al Aziz.
Serta hadir pula, editor buku yang ditulis Zul, Dr Nik Nik M Kuntarto beserta keluarga. Acara juga dibuat meriah, dengan dipandu host kenamaan Edi Brokoli dan Henny Mona. (eki)