KUNINGAN (MASS) – Negara demokrasi menempatkan anak muda sebagai subjek dari pemerintahan, bukan seperti negara monarki yang cenderung menempatkan pemuda sebagai objek pemerintahan.
Sementara itu, jika dikomparasikan, Center for Strategi and Internasional Studies (CSIS) mencatat, pada 2022, anak muda gemar dalam aktivitas politik menggunakan sosial media untuk menyampaikan pendapatnya ada 17,7 persen. Kemudian hanya 6,0 persen yang menyuarakan secara langsung atau tatap muka.
Dengan itu, komite independen sadar pemilu (KISP) menemukan 17 persen pemilih milenial menganggap bahwa kendala yang mereka alami pada Pemilu 2019 adalah kurangnya informasi.
Keterlibatan anak muda yang sadar pemilu dan semakin tinggi partisipasi anak muda akan semakin baik kualitas demokrasi di daerah Kuningan.
Berbicara pemilu tentu anak muda jangan hanya menjadi penonton dan jangan hanya menunaikan haknya sebagai pemilih. Anak muda harus memberikan energi positif dalam suksesi Pemilu 2024 sehingga memberikan dampak untuk masa depan daerah kita.
Jangan sampai anak muda apatis terhadap Pemilu. Jika generasi anak muda acuh tak acuh terhadap pemilu yang akan datang, bisa mengakibatkan pemimpin atau legislatif yang terpilih kurang mendapatkan legitimasi kuat dari masyarakat sebab anak muda populasinya lebih banyak.
Anak muda harus proaktif dalam berpartisipasi aktif dalam Pemilu. Apalagi anak muda sekarang ini tidak punya beban politik pada tokoh tokoh tertentu sehingga anak muda lepas dari pengaruh politik yang selama ini terjadi.
Melihat situasi saat ini, banyak pihak yang menggaungkan untuk merangkul generasi milenial atau anak muda. Tentu hal ini menjadi sebuah peluang untuk anak muda dalam berperan penting untuk mensukseskan Pemilu 2024 bahkan kemajuan daerah Kabupaten Kuningan.
Saya mendorong anak muda untuk memberikan partisipasi pemilu 2024, sehingga anak muda akan mempengaruhi arah kebijakan politik di daerah Kabupaten Kuningan setelah Pemilu 2024.
Penulis: Younggy Septhandika, Aktivis Kuningan