KUNINGAN (MASS) – Anggota dewan dari F-PKB, Susanto yang dilaporkan oleh pengusaha galian pasir ke Badan Kehormatan (BK) DPRD, mendapatkan reaksi dari ketua partainya, H Ujang Kosasih. Dengan raut muka geram, Ujang mengaku belum menerima pemberitahuan dari BK terkait laporan tersebut.
“Sampai hari ini saya belum tahu pak Susanto mau dipanggil BK. Saya kebetulan wakil ketua DPRD yang juga koordinator BK, belum tahu ada surat masuk ke BK,” tandas Ujang usai menghadiri acara di Ponpes Miftahul Falah Desa Ciloa Kecamatan Kramatmulya, Jumat (12/6/2020).
Jika memang “anak buahnya” dilaporkan ke BK lalu mendapat panggilan, ia justru akan membiarkan dinamika terjadi di tubuh “provost” anggota dewan tersebut. “Biarkan saja dinamika di BK terjadi. Kan ada sistem yang harus digunakan. Pastinya BK berpedoman pada tata tertib, kode etik dan tatacara beracara,” kata Ujang.
Sejauh yang ia tahu, Susanto tak melanggar kode etik. Menurut keterangan yang Ujang dengar, Susanto merupakan mantan sopir dum truk yang memiliki hubungan emosional dengan para sopir dum truk. Ketika mendengar rencana harga pasir mau dinaikkan, para sopir dum truk ingin memperjuangkan agar tidak jadi lantas meminta difasilitasi oleh Susanto.
“Karena punya hubungan emosional, para sopir dum truk meminta difasilitasi oleh pak Susanto, gimana caranya supaya harga pasir tidak naik,” tuturnya.
Baca juga: https://kuninganmass.com/politics/pengusaha-galian-pasir-laporkan-susanto-ke-bk/
Tak heran jika kemudian Susanto dan para sopir dum truk melakukan ikhtiar hingga bertemu para pengusaha. Meski secara detil belum ia ketahui, Ujang menegaskan, ketika Susanto mendampingi para sopir agar harga pasir tidak naik, maka sudah berjuang untuk kepentingan rakyat.
“Berati pak Susanto itu sudah melaksanakan tugas kedewanannya. Karena salah satu tugas anggota dewan itu gimana caranya berjuang untuk kepentingan rakyat,” tegas politisi asal Maleber tersebut.
Ditanya soal kesepakatan harga antara pengusaha dan sopir angkot di gedung dewan tempo hari, ia terkesan tidak mengetahuinya.
“Yang saya pahami, penetapan harga itu adalah kewenangan negara. Kalau di kabupaten, kewenangannya pemda, dalam hal ini bupati dan jajarannya. Jadi, kalau penetapan harga tidak dilakukan oleh negara (pemda, red), maka patut dipertanyakan,” kata Ujang.
Ia melanjutkan, harga itu bukan hanya untuk kepentingan salah satu pihak semata. Meski diakuinya pengusaha termasuk rakyat, begitu juga para sopir, Ujang menegaskan masyarakat pembeli pasir pun adalah rakyat.
“Kalau ada kenaikan ya harus diperhitungkan, dipertimbangkan, apakah pengusaha diuntungkan atau dirugikan, sopir dum truk juga apakah diuntungkan atau dirugikan, lalu apakah menggembirakan pembeli. Sinyalemen keberpihakan pada rakyatnya gak. Negara akan memperhatikan semuanya,” papar dia.
Dia merasa khawatir jika tidak diputuskan oleh negara maka akan ada keberpihakan pada salah satu pihak saja. Namun dirinya berharap hal itu tidak terjadi. (deden)