KUNINGAN (MASS) – Hampir setiap tahun kasus Bunuh diri marak di Kabupaten Kuningan. Pada tahun 2021, hingga bulan Mei tercatat 8 kasus bunuh diri di Kabupaten Kuningan.
Hal tersebut mendapat sorotan serius dari Amar Thohir, Aktifis Sosial.
Menurut Amar, dirinya merasa sangat sedih mendengar kabar bunuh diri yang tak kunjung usai.
Dari berbagai motif, kebanyakan akibat tak sanggup menahan sakit yang bertahun-tahun tak kunjung sembuh.
Seperti tahun 2019, kata Amar, ada sekaligus 3 kasus bunuh diri dalam sehari. 2 motif dari 3 kasus bunuh diri tersebut adalah karena tak tahan dengan penyakit yang dideritanya, belum lagi kasus-kasus di tahun sebelumnya.
“Kebanyakan motifnya karena penyakit kronis, seperti yang baru terjadi kemarin di Cihideung Hilir. Seorang Kakek diduga nekad bunuh diri karena penyakit yang diderita tak kunjung sembuh,” ungkap Amar, Ahad (16/5/2021).
Menurut Amar, Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Kuningan melalui Dinas-dinas terkait segera mencari solusi.
Meskipun tidak dalam waktu cepat bisa menghentikan kasus bunuh diri, minimal setidaknya ada upaya untuk mengurangi.
“Pemda itu kan ada Dinas-dinas terkait seperti Dinas Sosial, Dinas Kesehatan, harusnya lintas sektor bersinergi untuk menanggulangi masalah bunuh diri ini. Harus dianggap serius biar penanganannya juga serius,” lanjutnya.
Selama ini banyak masyarakat miskin yang menderita sakit kronis selama bertahun-tahun dan berada diambang putus asa. Ketika mereka ingin berobat, tapi tak memiliki biaya dan tak ada jaminan kesehatan.
Meski ada jaminan kesehatan, kata Amar, masih banyak masalah-masalah lain yang belum teratasi, misalnya, ketika harus dirujuk ke rumah sakit kelas A, itu membutuhkan biaya yang sangat besar.
“Apabila warga miskin menderita penyakit seperti kanker dan harus dirujuk ke rumah sakit kelas A di Bandung atau Jakarta, itu butuh biaya transport, biaya hidup yang nunggu, biaya tinggal kalau ternyata harus antri, dan lain-lain,” ujarnya.
Meski banyak komunitas sosial yang bergerak, namun, kata Amar, penuh dengan keterbatasan.
Menurutnya, dengan adanya pegiat sosial harusnya dirangkul Pemda hanya sebatas pendukung untuk Pemda membuat penanganan yang komperhensif, sistematis dan tuntas.
“Sejak tahun 2017, saya bersama rekan-rekan berusaha untuk membantu dengan segala keterbatasan kami, ditambah komunitas sosial lainnya, namun belum sanggup mengatasi karena ini tugas Pemerintah. Kami menunggu penanganan komperhensif dan sistematis yang hingga saat ini belum terealisasikan,” lanjut Amar.
Terkait minimnya anggaran yang selalu menjadi alasan utama, kata Amar, harusnya Pemda bisa lebih mengefisienkan dana yang ada. Menurutnya, masih banyak terpakai hal-hal yang kurang terlalu penting dan mendesak.
Amar sangat berharap, dengan rentetan kasus bunuh diri yang tak kunjung henti ini menjadi cambuk bagi Pemda untuk segera mencari upaya penanganan dengan sangat serius.
Selain penyakit, masalah ekonomi juga menjadi motif lainnya untuk terjadinya kasus bunuh diri di Kabupaten Kuningan.
Untuk itu, Amar berharap agar ada penanganan dari semua sektor baik jasmani, rohani, hingga membantu memberikan solusi.
“Mungkin selain masalah kesehatan, harus ada semacam konseling untuk mereka yang punya masalah berat dan rentan melakukan bunuh diri itu bisa curhat, sehingga minimal bisa mengurangi beban, syukur-syukur bisa dibantu jalan keluar untuk masalahnya,” lanjutnya.
Amar juga berharap ketika pemerintah nanti berupaya memaksimalkan ikhtiar pencegahan kasus bunuh diri, masyarakat juga turut membantu agar upaya tersebut bisa membuahkan hasil.
“Semoga tidak bertambah lagi kasus bunuh diri disini. Harus segera ada upaya serius untuk pencegahan. Saya tidak bilang Pemda tidak ada upaya, mungkin belum maksimal. Semoga segera dapat teratasi dan ada upaya pencegahan yang dapat mengurangi kasus bunuh diri,” pungkasnya. (agus)