KUNINGAN (MASS) – Berdiri dengan visi menguatkan kesetaraan dan keadilan, Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) hadir.
Tentu dengan tujuan agar perempuan bisa saling menguatkan. Hal itulah yang diutarakan Rustika, salah satu anggota KPI Kuningan.
KPI sendiri sebenarnya sudah berdiri sejak tahun 1998 secara nasional. Tepat di tahun reformasi tersebut, atas dukungan perempuan-perempuan, termasuk perempuan adat untuk membentuknya.
Namun ternyata, di Kuningan sendiri, KPI baru hadir sejak September tahun 2019 kemarin.
Dijelaskan perempuan yang ternyata masih mengemban pendidikan strata 1 di Uniku tersebut, KPI sendiri memiliki beberapa segmen dalam kinerjanya.
Segmen tersebut, dikategorikan dalam beberapa kelompok kepentingan, seperti perempuan adat, perempuan profesi, perempuan buruh, ataupun perempuan rumah tangga.
Rustika menyebut, perempuan sendiri meurpakan makhluk yang rentan akan pelecehan seksual.
Dijelaskannya, biasanya pintu pembukanya bisa saja dari ‘cat calling’ yang dibiarkan.
KPI, hadir sebagai wadah untuk perempuan mengadu dan saling menguatkan.
“(Beberapa persoalan yang biasanya dihadapi perempuan, terutama kelompok kepentingannya, pemuda pelajar dan mahasiswa, red) Selain potensi kekerasan seksual, juga rentan sebagai korban pernikahan dini,” ujarnya saat diwawancarai kuninganmass.com beberapa waktu lalu.
Menurutnya, pernikahan dini, terutama yang dipaksakan baik itu oleh orang tua maupun desakan lingkungan, bisa berakibat pada kesehatan mental, karir dan masa depan, resiko perceraian tinggi, serta resiko kesehatan fisik seperti rahim dan bayi.
“Terus nih, kalo anak muda, kan lagi membara-baranya asmara, ada juga kejadian ‘toxic relationship’, hubungan pacaran yang nggak sehat, hubungan pacaran yang pake ngeintimidasi secara psikis. Ada juga yang suka ngancem-ngancem gitu,” imbuhnya.
Untuk itu, kata Rustika, perempuan-perempuan di Kuningan terutama yang mengalami hal serupa, bisa speak up dan terbuka.
Karenanya, KPI sangat terbuka bagi siapapun yang ingin mengadu dan berbagi. (eki)