KUNINGAN (MASS) – Dalam ayat-ayat al-qur’an, perintah amar ma’ruf selalu disandingkan dengan perintah nahyi munkar. Ini berarti bahwa mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemunkaran, keduanya harus berjalan beriringan. Allah Ta’ala bahkan menjadikan amar ma’ruf nahyi munkar sebagai ciri dari umat terbaik sebagaimana disebutkan dalam Surat Ali Imran ayat 110.
Amar ma’ruf nahyi munkar harus dijadikan sebagai prinsip bagi setiap muslim
Karena spirit ini yang akan menjadi kontrol dalam mewujudkan terciptanya masyarakat yang beradab. Demikian pentingnya, sehingga banyak sekali ayat-ayat al-qur’an yang berbicara tentang amar ma’ruf nahyi munkar ini, di antaranya
وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى* الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِوَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ*
Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh untuk berbuat yang makruf dan mencegah dari yang munkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (Q.S Ali Imran: 104).
Tingkatan Amar Ma’ruf Nahyi Munkar menurut Imam Ghazali dlm Kitab Ihya’ Ulumuddin, yang merupakan “Magnum Opusnya Imam Ghazali” , mengintegrasikan dua mainstream keilmuan dalam tradisi Islam, yaitu Fiqh dan Tasawuf.
Dalam kitab yang juga menjadi “Primadona kalangan pesantren Ahlul Sunnah Waljama’ah ini” , Imam Ghazali menjelaskan pentingnya integrasi fiqh dengan tasawuf, karena jika menitikberatkan kepada aspek fiqh akan kehilangan substansi, dan jika mengedepankan tasawuf maka kehilangan kerangka formal yang sangat dibutuhkan dalam suatu tindakan. (Langkah konkrit)
Salah satu contohnya adalah hadis popular yang memerintahkan umat Islam untuk menghilangkan kemunkaran dengan tangan (power), lisan (nasehat), dan hati (mendiamkan)
Imam Ghazali memberikan penjelasan yang sangat indah, yaitu stratifikasi amar ma’ruf- nahyi munkar (memerintahkan kebaikan dan mencegah kemungkaran) yang terdiri dari empat tingkatan;
Pertama, memberitahukan dan atau memberikan informasi dengan benar (al-ta’rif)
(Dalam menangani Covid 19 dewasa ini sudah dilaksanakan memberikan informasi dengan baik dan benar. Tentunya secara gradual sistem, diharapkan bisa lebih baik dan lebih benar)
Kedua, memberikan nasehat (al-wa’dzu).
Sudahkah nasehat pemerintah kepada rakyat dilakukan sampai pada tingkat pelaksanaannya dalam menangani Covid 19?
(Saya beroendapat pemerintah sudah memberikan lebih daripada nasehat)
Ketiga, memberikan peringatan dengan prosedur hukum yang tegas dan terukur, (at-takhsyin fil qaul)
-Peringatan itupun sudah hadir dengan dikeluarkannya Maklumat oleh Institusi POLRI
Keempat, mencegah dan memukul dengan kekuatan (al-man’u wal dharbu bil yad)
Dipoint nomor empat terakhir inilah TNI – POLRI TAMPIL BERSATU, BERSAMA OTORITAS BERKOMPETEN LAINYA, DAN DIDALAMNYA ADA PELIBATAN RAKYAT, ATAS DASAR SEBELUMNYA SUDAH MATANG DIPERSIAPKAN LANGKAH “KONTIJENSI”
Apa itu “Kontijensi. ?”
Tidak Saya urai diruang ini dan saya yaqin “Institusi tertentu” faham betul menyoal “Kontijensi”
Dengan penuh rasa kesungguhan, bukan mencari sensasi, sebab orang yang suka menuduh mencari sensasi kepada orang lain, sebenarnya orang itu mungkin saja tidak mampu mengeluarkan butir butir pemikirannya yang bermanfaat untuk Negara dan umat !
Untuk itu Kepada YTH. Bapak Ir. H. Joko Widodo, Presiden RI beserta pihak berkompeten sampai dilevel kepala daerah, wajib waspada dengan orang-orang pembisik seperti dimaksud. Semoga tidak ada ( In shaa Allah )
Kembali dalam konteks Al Imam Al Ghazali, kiranya untuk tingkatan masyarakat umum ada pada yang pertama dan kedua.
Alhamdulillah saat ini kita bisa menyaksikan maraknya pemanfaatan medsos sebagai pengamalan amar ma’ruf nahyi munkar pada tingkatan pertama dan kedua dan yang penting masyararakat cerdas untuk tidak terpancing dengan informasi menyesatkan bersipat BOMBASTIS, FITNAH, MENGHUJAT DAN HOAX !
Untuk tingkatan ketiga, adalah hak penguasa, supaya tidak menimbulkan fitnah. Sedangkan untuk yang keempat (memberikan peringatan keras), Imam Ghazali memberikan perincian, bahwa jika memberikan peringatan keras akan mengakibatkan kerusakan yang lebih besar, maka itu pun tidak dibenarkan, karena dalam Islam ada kaidah
دَرْءُ الْمَفَاسِدِ أَوْلَى مِنْ جَلْبِ الْمَصَالِحِ
Menghilangkan kemudharatan itu lebih didahulukan daripada mengambil kemaslahatan.”, Bisa juga diterjemahkan : “Menjaga jangan terjadi kerusakan, lebih baik daripada berbuat baik.”
Ada bukti Contoh yang baik dari TNI – POLRI dalam konteks Pengamanan Pemilu-( 2019 ) Pilptes – Pileg 2019, pengamanan Papua, Pengamanan Hari Besar Ke – Agamaan, dan kini dihadapkan dengan Mahluq Bernama Virus Corona /Covid 19 – semua itu sudah jelas TNI dan POLRI #SEJALAN# masuk Ranah menjalankan Kaidah Fiqih Islam tersebut diatas. Mulai dari Mengawal Pahlawan Kemanusiaan yang adil dan beradab : para dokter, perawat dan tenaga ahli lainnya yang sedang bertempur digarda terdepan berhadapan dengan Covid-19 !
Kemudian dalam kondisi tertentu, masyarakat dan atau rakyat keseluruhan menjadi garda terdepan berhadapan dengan Covid- 19, karena itulah, Rakyat keseluruhan fahami Bina kebersamaan untuk melaksanakan #Protokol Kesehatan#
Terpenting bantuan sembako dan lainnya untuk rakyat tertentu dan yang memang sudah ditentukan, bisa segera sampai kepada yang berhak menerimanya.
Itulah nilai luhur “PERWUJUDAN SOLIDARITAS BERKAH BERSAMA”
Kemudian daripada itu, Maksud kaidah ini adalah, jika berbenturan antara menghilangkan sebuah kemudharatan dengan sesuatu yang membawa kemaslahatan, maka yang harus didahulukan adalah menghilangkan kemudharatan, kecuali bila madharat itu lebih kecil dibandingkan dengan maslahat yang akan ditimbulkan.
Hadanallahu Waiyyakum Ajma’in
والله اعلم
Oleh : Awang Dadang Hermawan : Pemerhati intelijen, sosial politik dan SARA : 19530430TITIK