KUNINGAN (MASS) – Perdebatan seberapa pentingnya dilakukan revitalisasi taman kota yang bisa menggusur gedung KNPI, Pemuda Pancasila, rumah dinas pengadilan, MUI, Dewan Pendidikan, MUI, serta Kemenag menjadi menarik ketika disuguhkan dalam diskusi terbuka. Hal tersebut juga yang difasilitasi KNPI yang mengundang pihak terkait, baik dari pemerintah maupun dari non-pemerintah.
Pada dasarnya para peserta hanya berorientasi pada dua hal yakni setuju bersyarat dan menolak sama sekali.
Mengkritisi Pembangunan :
Kepala Dinas PRPP, Ridwan menyebut memang ada kerugian negara yang terhitung dari pembangunan sebelumnya. Renovasi gedung KNPI yang dilakukan beberapa tahun sebelumnya adalah contoh real.
“Tapi pertimbangan selanjutnya adalah kemanfaatan ke depan,” jawabnya pada pertanyaan soal kerugian negara dalam Pusaka, Kamis (26/12/2019) malam.
Senada, Ketua DPRD Kabupaten Kuningan, Nuzul Rachdy juga menyebut bahwa revitalisasi taman kota sangat penting karena masyarakat terdiri dari jenjang usia yang berbeda. Dirinya mencontohkan ketika terlibat di pembangunan Taman Cirendang, dan Taman Pandapa yang saat ini dirinya anggap berhasil menjadi ikon baru.
“Apalagi ini kan program unggulan Jawa Barat. Daerah harus sinergi pada provinsi,” tuturnya.
Alumni KNPI yang kini menjabat sebagai ketua Komisioner KPU Kuningan, Asep Z Fauzi juga menyebut KNPI harus mendukung perencanaan pembangunan daerah. Bahkan jika terpaksa ada sisi historis yang tersingkir sekalipun.
“Tapi KNPI sebagai lembaga harus terlibat dari awal, diajak bicara dan berunding sejak awal. Satu lagi, perpindahan fasilitas harus sesuai kriteria yakni ke (tempat, red) yang lebih strategis,” terangnya.
Salah satu akademisi yang saat ini menjabat sebagai warek di salah satu Kampus di Kuningan, Dr Eman Sulaeman menyatakan bahwa tidak mungkin pemprov menghendaki keburukan dalam pembangunan. Dirinya mengajak untuk berbaik sangka pada pembangunan.
“Tidak mungkin orang tua berniat buruk. Tapi memang saya juga heran, kenapa yang terlibat (dalam perencanaan dan pengkajian, red) selalu dari luar. Apakah di Kuningan tidak ada lembaga pendidikan yang dianggap kredibel ? Tidak ada yang berkapasitas ? Di Kuningan ini juga banyak perguruan tinggi,” ungkapnya.
Menolak Pergusuran Taman Kota:
Penolakan dilontarkan dengan gamblang oleh Jurnalis yang diundang sebagai pemantik, Deden Rijalul Umam. Dirinya pertama kali menyoroti kerugian negara yang diitung lebih jauh.
“Dana revitalisasi hanya 15 Milyar. Tapi kita belum hitung semua berapa dana yang menjadi kerugian. Karena ya dihitung seharusnya bukan hanya bangunan yang sudah ada lalu digusur. Tapi juga bangunan itu kan harus dibangun kembali,” paparnya.
Budayawan dan Pemerhati sosial, Pandu A Hamzah juga menyampaikan kritik keras jika revitalisasi tamkot memang akan berdampak pada KNPI. Menurutnya tempat tersebut memiliki historis yang jauh.
“Dari dulu, kawasan ini merupakan kawasan pendidikan. Dan sekarang juga demikian. Kalo KNPI kena penggusuran, bukan hanya gedungnya yang tergusur, tapi makna pendidikan pemudanya juga,” imbuhnya.
Dirinya menyebut sisi nilai taman kota yang terlalu mencolok juga tidak sesuai dengan nilai Kuningan yang sederhana dan asri.
Sikap KNPI dan Sekelumit Tentang Revitalisasi:
Adapun KNPI sendiri masih terlihat gamang. Ketua saat ini, Masuri mengaku tidak bisa berstatement tanpa kajian.
“Sampai saat ini kita secara lembaga belum pernah diajak bicara, apalagi diberikan presentasi perencanaannya, bagaimana kita bisa menolak atau menerima,” ucapnya.
Lebih lanjut, terbuka dalam diskusi tersebut bahwa pemembuatan DED (Detail Engineering Design) sepenuhnya dilakukan pihak provinsi. Pemerintah daerah (melalui dinas terkait) mengaku tidak terlibat banyak dan tidak memiliki DED resmi yang bisa disosialisasikan pada masyarakat.
Diketahui, bahwa pemerintah provinsi dan pemerintah daerah sudah bertemu tanpa melibatkan KNPI. Sayangnya pemerintah daerah tidak menjelaskan alasannya lebih lanjut, karena dalam diskusi tersebut baik Bupati, Wakil Bupati ataupun Sekertaris Daerah tidak hadir.
Pihak pemerintah provinsi sendiri, dikatakan (oleh Plt DPUPR) sudah melakukan studi kelayakan, survey lapangan namun tidak melibatkan lembaga akademik lokal. Pihak ke tiga yang ditunjuk dari projek tersebut adalah ITB. (eki)