Connect with us

Hi, what are you looking for?

Kuningan Mass

Netizen Mass

Hak Kebebasan Berpendapat

KUNINGAN (MASS)- 30 Oktober 2019 melalui kepala staf Kepresidenan Moeldoko yang di muat di situs media daring Detik.com menyatakan bahwa pemerintahan Jokowi tidak mengekang kebebasan berpendapat maupun berekspresi.

Menurutnya bahwa Presdien Jokowi sudah memberikan ruang yang cukup luas bagi warga negara untuk berpendapat maupun berekspresi di ruang public dan kemudian menegaskan tidak ada pengekangan hal ini dipertegas Moeldoko.

“Saya pikir Presiden sudah selalu mengatakan, negara tidak pernah mengekang atas kebebasan berpendapat.”

Namun bagaimana praktiknya di ruang pubik pernyataan Moeldoko tersebut yang merupakan respon balik dari penilaian Lokataru Foundation terhadap kebebasan berpendapat di era Jokowi dengan upaya penghidupan kembali pasal penghinaan kepala Negara melalui RKHUP dengan begitu menurut

Advertisement. Scroll to continue reading.

Direktur Lokataru Mufti Makarim ruang Demokratis hasil reformasi 1998 yakni UU NO 9 Tahun 1998 terlihat makin menyempit dengan kebijakan RKHUP yang di inisiasi oleh pemerintahan Jokowi.

Hal lain yang berpandangan sama dengan lokataru memperlihatkan ungkapan Moeldoko seperti omong kosong, senyatanya berdasarkan data yang dihimpun Southeast Asia Freedom of Expression Network (Safenet), organisasi nirlaba yang pailing otoritatif dalam mendorong kebebasan berekspresi dan berpendapat, menunjukan sejak Jokowi dan Jusuf Kalla dilantik pada 20 Oktober 2014, hingga kini ada lebih 150-an laporan pidana UU ITE ke kepolisian.

Dalam satu bulan minimal ada dua laporan kepolisian, maksimal 15 laporan. Di era kedua Yudhoyono, sejak 20 Oktober 2009, ada 61 laporan kepolisian. Dalam sebulan minimal ada satu laporan dan maksimal 9 laporan.

Dari hal ini terapat simpulan bahwa Indeks demokrasi Indonesia menurun pada 2016, berada pada 70,9 persen dari 72,82 persen tahun sebelumnya. Indikator penurunan berbasis kalkulasi kebebasan sipil, hak-hak politik, dan lembaga demokrasi.

Advertisement. Scroll to continue reading.

Sejak 28 Agustus 2008, Safenet mencatat sedikitnya ada 217 laporan lewat amunisi pasal UU ITE. Ada 35-an aktivis yang dijerat pasal karet, 28 di antaranya terjadi pada 2014.

Kelompok aktivis yang paling rentan dipidana adalah aktivis antikorupsi, aktivis lingkungan, Jurnalis serta aktivis pro perjuangan Papua.

Kasus-kasus tersebut bisa dicek dengan dijeratnya Faisol yang mengkritik Jokowi dengan menggunakan data KPA. Jurnalis Watchdoc Dhandy Laksono serta Veronica Koman, Surya Anta Ginting.

Serta terbaru Luthfi pemuda yang viral membawa Bendera merah putih di aksi reformasi di korupsi pada tanggal 26 september 2019.

Advertisement. Scroll to continue reading.

Laporan YLBHI yang rilis untuk kasus pada tahun 2019 tercatat ada 78 laporan pelanggaran terhadap hak kebebasan berpendapat di muka umum dengan korban 6128, 51 orang diantaranya meninggal dunia serta 324 diantaranya adalah anak-anak sebagai korban.

Sedangkan actor terbanyak melakukan kekerasan adalah 67 Polri, 7 TNI serta 2 Pol PP. Dari kasus ini yang paling menyita perhatian adalah dua mahasiswa UHo yang aksi di kendari yakni Randi dan Yusu Qardawi dengan menggunakan hak konstitusionalnya yang ditembak oleh salah satu aparat kepolisian Kendari.

Kenyataan-kenyataan ini menegaskan bahwa demokrasi di era pemerintahan Jokowi berada pada titik terendah ditengah ambisi infrastruktur. Padahal secara legal hukum, aktivis-aktivis yang berbicara realitas mendapat jaminan penghormatan dan perlindungan berdasarkan UU NO 9 Tahun 1998 dengan Pasal 2 ayat (1)

“Setiap warga negara, secara perorangan atau kelompok, bebas menyampaikan pendapat sebagai perwujudan hak dan tanggung jawab berdemokrasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara

Advertisement. Scroll to continue reading.

Pasal 5 : Warga negara yang menyampaikan pendapat di muka umum berhak untuk: a. mengeluarkan pikiran secara bebas; b. memperoleh perlindungan hukum.

Sanksi Menghalang-Halangi Penyampaian Pendapat di Muka Umum (pasal 18 UU 9/1998) : Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan menghalang-halangi hak warga negara untuk menyampaikan pendapat di muka umum yang telah memenuhi ketentuan Undang-undang ini dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 tahun.

Tindak pidana ini adalah kejahatan. Undang-Undang 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia Pasal 24 ayat (1) : Setiap orang berhak untuk berkumpul, berapat, dan berserikat untuk maksud-maksud damai.

Pasal 25 : Setiap orang berhak untuk menyampaikan pendapat di muka umum, termasuk hak untuk mogok sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Advertisement. Scroll to continue reading.

Kemudian dipertegas dengan UUD 1945, pasal 28E bahwa setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul serta mengeluarkan pendapat.

Pasal 28C ayat 2 : setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa dan Negara.

Dan 28D ayat 1 : setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan sama dihadapan hukum.

Jaminan Konstitusional sangat terang benderang sangat musykil aparat Negara tidak memahami perundang-undangan tersebut namun sebagai hal ini menyiratkan satu***

Advertisement. Scroll to continue reading.

Penulis: Maya Ismayani

Tinggal di Kuningan

Advertisement

Berita Terbaru

Advertisement
Advertisement

You May Also Like

Advertisement