KUNINGAN (MASS) – “Setoran” dana Pilkades yang sampai saat ini masih diperbincangkan, memantik seorang Pengamat Desa, Asep Hikmatun Nugraha SH, untuk bersuara. Dia menegaskan, mestinya biaya penyelenggaraan pilkades itu dianggarkan seluruhnya oleh APBD.
“Bukannya malah narik dari desa. Kok kayak gak ikhlas begitu. Sudah ngasih bantuan Rp15 juta, dipinta lagi separonya,” ketus Asep kepada kuninganmass.com, Senin (11/11/2019).
Dia menyayangkan saat mendengar adanya “setoran” dana Rp6 juta untuk pembiayaan panitia kabupaten dan kecamatan. Terlebih muncul pengakuan susulan dari panitia desa, adanya penarikan dana senilai Rp2,5 juta diluar RAB (Rencana Anggaran Biaya).
“Mestinya informasi tersebut diusut. Karena kalau dibiarkan, kasihan pemerintah desa. Satu sisi disuruh agar on the track, tapi disisi lain tidak mendapat dukungan dari pemerintah daerah maupun kecamatan,” tandasnya.
Kalau mau berbicara hukum, terang Asep, terdapat sebuah regulasi berupa Permendagri 65/2017 yang mengatur soal pilkades. Disebutkan, biaya penyelenggaraan pilkades semuanya harus dibebankan kepada APBD jika mengacu pada aturan tersebut.
“Nah sekarang kita kan tahu di APBD terdapat anggaran Rp500 juta. Itu yang seharusnya digunakan. Kalau memang merasa kurang, tinggal usulkan untuk ditambah. Kan aturannya begitu,” kata Asep.
Dengan adanya bantuan dari APBD senilai Rp15 juta per desa untuk biaya pilkades, dia sudah mengacungi jempol. Namun ketika terdapat penarikan biaya Rp6 juta, maka terkesan seolah desa dipinta untuk memotong dana tersebut.
“Apalagi sampai ada SK bupati segala. Harusnya bupati juga hati-hati, dan sekarang mesti ditindaklanjuti. Begitu juga komisi 1 DPRD yang sudah terbentuk paska deadlock. Khawatir kan kalau ada yang mem-PTUN-kan,” pungkasnya. (deden)