KUNINGAN (MASS) – Guna menepis anggapan negatif terkait dana pilkades, Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Kuningan, Deniawan didampingi Kabid Pemberdayaan Desa, Ahmad Faruk, memberikan penjelasan.
“Anggaran pilkades dalam APBD tahun 2019 tercantum 500 juta. Agar dipahami bahwa anggaran tersebut bukan hanya untuk membiayai kegiatan pelaksanaan pilkades apalagi hanya jika dianggap hanya untuk membiayai hari H,” jelasnya, Jumat (8/11/2019).
Nenurut Deni, biaya sebesar Rp500 juta tersebut meliputi 3 item. Diantaranya biaya operasional dalam rangka pilkades sejak bulan September sampai dengan menjelang pelantikan, biaya prosesi pelantikan dan biaya cindera mata 203 mantan kades.
Kaitan dengan dana keamanan yang tercantum dalam RKA (Rencana Kerja dan Anggaran) tersebut, imbuh Deni, sesungguhnya hanya untuk pengamanan pelantikan calon kades terpilih. Itupun karena keterbatasan anggaran maka petugas polisi hanya dianggarkan 50 orang, TNI 30 orang, Pol PP 50 orang dan Dishub 20 orang.
“Dalam prakteknya kami yakin bahwa petugas kepolisian untuk mendukung lancarnya pelantikan jauh lebih banyak dari 50 orang. Hal ini mengingat bahwa pelantikan kades 203 orang itu sangat berbeda dengan pelantikan pejabat yang akan dihadiri hanya sebatas pejabat yang dilantik, maka yang akan datang ke tempat pelantikan diperkirakan mencapai lebih dari 2.000 orang,” paparnya.
Meski kuota hanya 10 orang dari tiap desa, tambah Deni, namun berdasarkan pengalaman beberapa kali pelantikan dalam prakteknya lebih dari itu. Hal ini tentu membutuhkan personil pengamanan yang memadai.
Selain itu, karena jumlah yang akan dilantik banyak dan banyak desa yang sudah lama mengalami kekosongan jabatan kepala desa, terbuka kemungkinan pelantikan tahun ini dibagi 2 tahap.
“Tahap 1 bagi yang kadesnya sudah berhenti sejak 2018 sampai dengan Juni 2019. Tahap 2 bagi kades yang habis masa jabatannya 27 Desember 2019. Padahal anggaran pilkades untuk pelantikan hanya 1 kali,” ungkap Deni.
Kaitan dengan honorarium panitia kecamatan maupun kabupaten, dalam anggaran Rp500 juta tersebut sama sekali tidak ada honor panitia kabupaten dan kecamatan termasuk tidak ada honor anggota Forkopimda.
“Padahal sejak awal sudah banyak kegiatan yang dilakukan oleh panitia kecamatan, panitia kabupaten termasuk Forkopimda melakukan monitoring, bimbingan dan konsultasi pada tahapan-tahapan pilkades,” kata Deni.
Dengan uraian tersebut, ia mempunyai keyakinan bahwa biaya pilkades di Kabupaten Kuningan merupakan yang termurah jika dibanding dengan daerah lain. Jika ada biaya pilkades yang lebih murah pihaknya siap untuk datang dan belajar agar ke depan biaya pilkades semakin efisien.
Namun, sambung dia, dengan segala keterbatasan angaran tersebut, secara umum pikades dapat berjalan dengan aman tertib dan lancar.
“Pada malam hari H dan Hari H ada monitoring dari Forkopimda termasuk kepala SKPD yang ditugaskan oleh bupati. Sedangkan tim kabupaten sebanyak 38 orang yang bertugas monitoring dan melaporkan hasilnya, berasal dari unsur-unsur SKPD yang meliputi hampir seluruh pegawai DPMD, Inspektorat, Kesbangpol, Disdik, Bagian hukum dan Bagian Tata Pemerintahan setda,” terangnya diamini Faruk.
Muncul Pengakuan Ada Pungutan Rp2,5 Juta Diluar Rp6 Juta
Diluar biaya Rp6 juta yang ditarik dari panitia pilkades tingkat desa, ternyata muncul dugaan adanya pungutan susulan senilai Rp2,5 juta. Biaya tersebut tidak masuk RAB (Rencana Anggaran Biaya) namun mesti dikeluarkan oleh panitia desa.
Informasi ini disampaikan oleh salah seorang panitia pilkades yang identitasnya minta disembunyikan. Ia mengungkapkan, telah mendapat perintah dari kecamatan untuk mengeluarkan biaya tambahan senilai Rp2,5 juta.
“Masih bulan Oktober, kami panitia desa diperintahkan untuk mengeluarkan biaya Rp2,5 juta, diluar yang 6 juta itu. Kalau yang 6 juta kan masuk RAB, tapi yang 2,5 juta mah enggak,” ungkap sumber tersebut.
Pada intinya, ia merasa ada kecemburuan di kalangan panitia dalam penyelenggaraan pilkades. Panitia desa yang kerjanya lebih berat harus rela mendapatkan honorarium kisaran Rp250 ribu hingga Rp400 ribu perbulan.
“Sedangkan pihak kabupaten yang kerjanya tidak berat, hanya sekadar monitoring, tapi honornya lebih besar. Padahal panitia desa itu lebih cape dan bersentuhan langsung dengan masyarakat,” ketus dia.
Menanggapi hal itu, Kabid Pemberdayaan Desa, Ahmad Faruk mengaku tidak tahu-menahu. “Masalah ini DPMD tidak tahu menahu. Engga tau dimana. Kemungkinan kasuistis,” kata Faruk. (deden)