KUNINGAN (MASS) – Salah seorang politisi senior PDIP, Nuzul Rachdy SE ikut berbicara menyikapi kasus money politics yang baru saja diputuskan PN Kuningan. Ia mengajak untuk mengambil hikmah dari kejadian tersebut.
“Ambil hikmahnya saja. Ini sock therapy, bukan saja bagi paslon yang mencoba menyuap, tapi bagi yang lain juga. Terutama bagi masyarakat bahwa untuk menegakkan demokrasi itu tidak bermain-main dengan uang,” kata Zul, sapaan akrabnya, Rabu (11/4/2018).
Ketua Fraksi Restorasi PDIP ini melanjutkan, undang-undang sudah mengaturnya dengan jelas. Jika money politics terus dilakukan maka tidak akan memberi pembelajaran bagi masyarakat. Sebab dengan praktik money politics maka akan berimbas kepada tingginya cost politics yang dikeluarkan oleh calon.
“Kalau cost politicsnya tinggi, maka calon yang diharapkan bisa membawa amanah rakyat, kita ragukan. Bayangkan kalau 1 pertemuan antara 80-100 orang seperti yang terjadi di Karanganyar, Rp25 ribu x 100 sudah berapa? Kalau semua desa dengan cara seperti itu, butuh puluhan milyar untuk menyuap rakyat,” ucapnya.
Kalau dengan Rp25 ribu sampai Rp50 ribu rakyat bisa dibeli, maka betapa murahnya harga diri rakyat. Rakyat yang akan memberi tanggungjawab kepada bupati terpilih semua digadaikan hanya untuk Rp25 ribu.
“Kami berterima kasih ke panwas yang telah bekerja profesional merekomendasikan. Di satu sisi, ini kalau kita lihat korban, seharusnya paslonnya tanggungjawab. Saya prihatin, masa seorang tukang ojek harus punya beban hukuman sedemikian berat,” kata Zul.
Tapi ia menandaskan, kembali hukum harus ditegakkan. Sebab hukum itu berlaku universal. Yang salah siapa, aturannya sudah ada. Itulah yang menurutnya harus diterapkan.
Kalau pun nanti tidak terjerat, menurut Zul, akan jadi musibah dan akan terus menjadi tradisi. Itu sama saja menggadaikan harga suara hanya dengan Rp25 ribu. Padahal yang rakyat harapkan 5 tahun ke depan adalah sosok pemimpin amanah.
“Gimana dia mau konsen melaksanakan tugas pemerintahan kalau sudah mengeluarkan uang begitu banyak. Jadi kalau lolos jeratan hukum, rusaklah demokrasi, tak bisa melahirkan pemimpin amanah,” tukasnya. (deden)