KUNINGAN (MASS) – Setelah penandatanganan kerjasama pinjaman jangka menengah antara Pemkab Kuningan dan BJB, Kamis (16/10/2025) kemarin, Kepala BPKAD Kuningan Deden Kurniawan M Si, menjelaskan lebih teknis untuk apa pinjaman itu digunakan.
“Mungkin lebih teknis, bahwa kewajiban jangka pendek kita (Pemkab Kuningan) menurut pemeriksaan BPK (adalah) Rp 286 Milyar,” ujarnya menjelaskan beban Pemda, yang tercatat di akhir tahun 2024 kemarin
Ia mengatakan, kewajiban bayar jangka pendek Pemkab -alias harus selesai di tahun 2025- rasionya mencapai 9,2% dari APBD. Padahal wajarnya, rasio hutang jangka pendek itu di angka 3,15% saja dari APBD.
“Idealnya ini (kewajiban bayar Pemkab senilai Rp 268 Milyar) selesai 3 tahun. Tapi insya allah pak Bupati berniat memutus mata rantai gagal bayar yang sudah terjadi selama 3 tahun dan jangan sampai ada lagi gagal bayar edisi yang keempat,” kata Deden.
Ia menerangkan, dari total yang harus dibayar Pemkab senilai Rp 268 Milyar itu, sebagian diselesaikan dengan skema efisiensi sehingga bisa bayar Rp 97 Milyar, namun tetap bisa menggenjot pembangunan infrastruktur.
“Tapi ada beberapa yang tidak bisa kita danai sehingga mau tidak mau harus mencari sumber pembiayaan lain dalam bentuk seperti relaksasi, ada beberapa kewajiban yang kita bayar tapi kita bayarnya jadi rilex,” ungkapnya.
Ia mencontohkan, jika tanpa punjaman ini, Pemkab bisa saja harus membayar Rp 30 – 40 Milyar sekarang juga alias di tahun 2025. Dengan adanya pinjaman ini, kewajiban bayar Pemkab lebih lunak, dibayar dalam 5 tahun, perbulan.
Adapun soal bunga, diklaim Deden, cukup rendah karena Pemerintah juga termaasuk pemegang saham BJB. Suku bunganya menurun, dimana pembayaran bunga di awal cukup besar namun lama-lama mengecil. Kewajiban perbulan sekitar Rp 2 Milyar.
“Dan (ini bentuknya) standing loan. Kita pagu pinjaman Rp 74 M, tapi saya yakin realisasinya tidak akan (sebesar itu). Karena akan berbeda antara jangka pendek dan menengah, kalo jangka pendek saat pinjam (uangnya) masuk kas daerah. Kalo ini nggak, pada saat kita butuh (baru ditarik). Sumber pendanaanya juga sudah ditandai oleh BJB, kalo keluar dari pendanaan itu tidak akan (bisa digunakan),” paparnya.
Deden juga menjelaskan, bahwa hutang ini hanya akan digunakan untuk pembangunan infrastruktur seperti perbaikan sekolah, jalan atau hal lainnya. Anggaran ini tidak bisa digunakan untuk tunjangan pegawai. Hal ini, kata Deden, memang sudah ada aturannya.
“Gak boleh. Karena nanti pinjaman jangka menengah itu aturannya tidak boleh untuk hal hal non infrastruktur. Jadi skemanya geser-geser, yang hutang TPP kita bayar dulu, infrastruktur kita kosongkan, diisi oleh ini (hutang BJB),” teranganya.
Termasuk, lanjut Deden, pembangunan yang anggarannya dicoret atau terkena rasionalosasi dari DAK/Pusat, bisa saja ditutup dari BJB Kuningan.
“(Total hutang) Rp 268 itu per 31 Desember 2024. (Warisan pemkab lama ya pak?) Saya tidak menyebutkan. (Yang pasti) Pak Bupati (Dian) mengikhlaskan alokasi beliau 5 tahun kedepan terpotong melunasi hutang yang setelah digunakan membayar kewajiban-kewajiban,” kata Deden. (eki)

















