KUNINGAN (MASS) — Pondok Pesantren Husnul Khotimah menyelenggarakan penutupan Matrikulasi dan FATAN 2025. Dalam penutupan tersebut para santri menyimak wejangan mendalam yang disampaikan langsung oleh Mudir Ma’had, Kiai Mulyadin.,Lc., M.H.
Dalam wejangan panjangnya yang syarat makna, Mulyadin tidak sekadar menutup sebuah program, tapi mengajak setiap santri untuk membuka lembar baru kehidupan yang lebih bermakna.
“Maksud bermakna disini, menjadi pribadi berilmu yang beradab dan bermanfaat, tapi juga mengajak setiap santri untuk membuka bab baru dalam hidup mereka, menjadi pribadi yang berilmu, beradab, dan memberi manfaat,” jelasnya.
Ia juga mengingatkan untuk menjadikan matrikulasi ini bukan sekadar formalitas, tapi sebagai bekal utama bagi santri menjalani perjalanan panjang sebagai pencari ilmu.
Kyai Mulyadin kemudian membandingkan ilmu dengan air hujan, dan manusia seperti tanah yang menerimanya. Menurutnya, ada 3 tipe tanah. Pertama, tanah subur, mampu menyerap air dan menumbuhkan pohon yang berbuah manfaat, bagi dirinya maupun orang lain.
“Itu gambaran orang berilmu yang mengamalkan dan menjadi teladan,” kata Mulyadin pada penutupan yang dilangsungkan belum lama (28/7/2025).
Kedua, tanah tandus. Ia mengungkapkan, tanah tandus tumbuh apa-apa tapi masih bisa menampung air. Ini seperti mereka yang punya ilmu tapi belum mampu mengaplikasikannya untuk diri sendiri, meski bisa memberi penerangan buat orang lain, seperti lilin yang membakar dirinya.
“Yang ketiga, tanah keras dan kering, yang nggak bisa menyerap air dan nggak menumbuhkan apa-apa. Ini melambangkan orang yang nggak mengamalkan ilmunya dan gak memberi manfaat buat orang lain,” paparnya.
Kiai Mulyadin berharap para santri bisa jadi tanah subur yang hidup, yang menyerap ilmu, menumbuhkan adab, dan menebar manfaat. Ia juga menegaskan bahwa adab itu bukan sekadar pelengkap, tapi merupakan baju kehormatan bagi penuntut ilmu. Tanpa adab, seperti orang telanjang meski bergelar tinggi. Adab adalah wajah yang ditunjukkan, etika yang dijunjung, dan harga diri yang digenggam.
“Bayangkan saja kalau ada orang di tengah kerumunan tanpa pakaian, rasa malu itu nggak cuma sekejap tapi bisa ngikutin seumur hidup. Nah, sama kayak kalau kita kehilangan adab dan akhlak,” ucapnya.
Dalam suasana yang penuh refleksi dan ketenangan, Mulyadin mengingatkan bahwa ibadah adalah nyawa, ilmu adalah petunjuk jalan, dan adab adalah bajunya. Ketiganya saling melengkapi dalam hidup santri.
Menjelang acara selesai, ia mengajak para santri untuk terus memperbaiki niat, memperkuat tekad, dan meluruskan tujuan hidup. Tak peduli seberapa lelah, kecewa, atau bahkan menangis selama perjalanan belajar ini, semua itu akan dihitung oleh Allah sebagai bagian dari perjuangan yang mulia.
“Orang besar nggak lahir dari kemanjaan. Mereka lahir dari usaha keras, dari jatuh bangun dan terus bangkit. Jadi, teruslah berjalan, karena jalan panjang ini sedang membentuk kalian jadi pribadi pilihan,” tandasnya.
Kiai Mulyadin juga mohon maaf atas segala kekurangan dan hal-hal yang mungkin belum memuaskan selama pelaksanaan program ini. Ia menekankan bahwa tujuan utamanya adalah mempersiapkan santri menyambut tahun ajaran baru dengan kesiapan lahir dan batin.
“Harapannya, satu tahun ke depan, kalian bukan cuma naik kelas, tapi juga naik kualitas, menjadi pribadi yang semakin shalih dan shalihah, bertambah hafalannya, dan semakin sopan santun. Karena itulah keberhasilan pesantren sejatinya,” ucap Mulyadin.
Semoga, imbuhnya, perjalanan ini terus memperkuat santri dan membawa keberkahan dalam setiap langkah. (didin)
