KUNINGAN (MASS) – Sebagai mahasiswa calon guru, kami merasa terinspirasi ketika melakukan observasi Gerakan Literasi Sekolah (GLS) di SD Islam Plus Baitussalam. Di tengah banyaknya sekolah yang masih berusaha memulai budaya literasi, sekolah ini justru sudah jauh melangkah ke depan. Tidak hanya menjalankan program literasi dengan tekad yang kuat, tetapi juga menggabungkan berbagai pendekatan, seperti membaca harian, mading kelas, literasi sains, numerasi, hingga digital. Semua itu lengkap dan terencana dengan baik.
Salah satu hal yang paling kami garis bawahi sebagai kelebihan adalah keragaman program literasinya. Kegiatan membaca 15 menit setiap hari mungkin sudah biasa, tapi kegiatan seperti “satu jam wajib membaca secara kolosal”, literasi sains, hingga club literasi yang aktif membantu perpustakaan adalah bentuk inovasi yang tidak semua sekolah miliki. Hal ini menunjukkan bahwa literasi di sekolah ini bukan hanya sekedar formalitas, melainkan sudah menjadi budaya mereka.
Selain itu, fasilitas yang dimiliki sekolah juga sepenuhnya mendukung GLS. Buku bacaan yang beragam, media digital seperti laptop dan infokus, serta perpustakaan dan pojok baca di setiap kelas membuat lingkungan sekolah ini memang layak disebut “lingkungan kaya literasi”. Siswa tidak hanya membaca, tapi juga belajar untuk dilatih berpikir kritis, menulis ulasan, bahkan berbicara di depan umum melalui aktivitas public speaking. Ini adalah bentuk literasi menyeluruh, bukan sekadar kemampuan membaca.
Menariknya lagi, SDIP Baitussalam sudah mulai memperkenalkan literasi digital sejak kelas 4, sebuah langkah berani dan progresif di tengah banyak sekolah dasar yang bahkan belum akrab dengan istilah tersebut. Langkah ini penting untuk mempersiapkan siswa menghadapi dunia yang semakin terhubung secara digital.
Namun, seperti halnya setiap sistem yang berjalan, ada beberapa aspek yang bisa diperbaiki. Salah satu masalah kecil yang teridentifikasi adalah soal pelaporan buku rusak yang masih manual dan rawan terlewat. Ini bisa menjadi kesempatan untuk mendorong pemanfaatan teknologi secara lebih sistematis, seperti menggunakan formulir digital atau aplikasi pendataan sederhana agar komunikasi antar guru dan penanggung jawab perpustakaan lebih efisien.
Secara keseluruhan, kami menganggap bahwa SD Islam Plus Baitussalam adalah contoh nyata bagaimana sebuah sekolah dasar bisa menerapkan literasi dengan cara yang kreatif, terstruktur, dan penuh semangat. Sekolah ini tidak hanya menciptakan budaya literasi, tetapi juga berhasil menghidupkannya dalam kehidupan siswa sehari-hari.
Semoga semangat GLS di SDIP Baitussalam ini bisa menjadi inspirasi bagi sekolah-sekolah lain. Literasi bukan hanya mengenai kemampuan membaca, tetapi merupakan fondasi bagi terbentuknya generasi yang berpikir kritis, kreatif, dan siap menghadapi masa depan.
Tulisan ini merupakan laporan hasil observasi mahasiswa Unisa, memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah
Penyusun: Adinda Febria Nur’ainie (23242061025)
Hani Alfiyyah Nurul Hidayah (23242061024)
