KUNINGAN (MASS) – Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Cabang Kuningan menyampaikan kritik keras terhadap pelaksanaan Rapat Paripurna DPRD Kabupaten Kuningan yang hanya dihadiri oleh Wakil Bupati dan sebagian kecil Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD).
Katua Cabang PMII Kuningan, Dhika Purbaya mengatakan ketidakhadiran mayoritas SKPD dinilai sebagai bentuk pelecehan terhadap lembaga legislatif dan pengabaian terhadap tanggung jawab publik.
“Absennya SKPD dalam rapat paripurna adalah bentuk ketidaksungguhan birokrasi dalam menjalankan amanah rakyat. Ini bukan hanya pelanggaran etika pemerintahan, tetapi juga bentuk pelecehan terhadap DPRD dan publik Kuningan,” ujarnya, Rabu (26/6/2025).
Menurut Dhika, rapat paripurna merupakan forum strategis dan resmi dalam pengambilan keputusan daerah. Kehadiran SKPD, khususnya pejabat teknis dan kepala dinas, dinilai penting agar seluruh program dan kebijakan dapat dijelaskan secara utuh kepada DPRD maupun masyarakat.
“Kehadiran Wakil Bupati tidak cukup mewakili aspek teknis. Ketidakhadiran para kepala SKPD membuka celah bagi informasi penting yang tidak tersampaikan secara komprehensif,” tambahnya.
Ia juga menyoroti aspek hukum dan etika dari kejadian ini. Berdasarkan PP No. 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil, setiap ASN wajib menunjukkan integritas dan tanggung jawab. Sementara itu, dalam UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Pasal 69 dan 70 secara tegas menyebutkan kewajiban kepala daerah dan perangkatnya untuk mempertanggung jawabkan kebijakan melalui DPRD.
“Ketidakhadiran ini jelas melecehkan fungsi pengawasan dan legislasi DPRD. Ini bukan sekadar insiden administratif, tapi tanda bahaya bagi tata kelola pemerintahan yang baik dan berintegritas,” jelasnya.
Diakhir, PMII Kuningan mendesak beberapa hal, pertama agar Bupati Kuningan untuk segera mengevaluasi dan memberikan teguran resmi kepada pimpinan SKPD yang tidak hadir sesuai PP No. 94 Tahun 2021. Kedua DPRD Kuningan agar mengambil langkah formal, termasuk pembentukan panitia khusus (pansus) jika diperlukan, guna menelusuri kelalaian sistemik. Tiga masyarakat diberikan ruang partisipasi dalam menilai kinerja SKPD melalui mekanisme Keterbukaan Informasi Publik sebagaimana dijamin UU No. 14 Tahun 2008. Keemapat menjaga marwah DPRD sebagai mitra sejajar dalam sistem pemerintahan daerah, bukan sebagai subordinat eksekutif.
“Forum paripurna adalah kewajiban konstitusional. Ketika forum resmi dilecehkan, maka suara rakyat sedang diabaikan. PMII akan terus mengawal agar pemerintahan tetap berada di jalur etika, hukum, dan keberpihakan kepada rakyat,” pungkasnya. (rizal/mgg)
