KUNINGAN (MASS) – Jika tidak dilakukan pengadaan mobil dinas baru untuk Pimpinan DPRD Kabupaten Kuningan, tunjangan yang harus dibayar pemerintah ternyata lebih besar, hampir mencapai Rp 6 Milyar.
Hitungan itu muncul dari hak tunjangan keempat pimpinan, dimana perbulannya hampir mencapai Rp 100 juta (dibagi 4 pimpinan sesuai dengan harga sewa mobil yang diatur), dan harus dibayarkan selama 5 tahun kedepan.
Hak tunjangan trasportasi untuk pimpinan DPRD sendiri tertuang dalam PP 18 tahun 2017. Hak itu harus diberikan, jika Pimpinan DPRD tidak disediakan mobil dinas.
Alasan itulah kenapa akhirnya Pemda dan Dewan sepakat untuk pengadaan mobil dinas baru untuk Pimpinan DPRD, meski kini menuai kritik publik.
Pasalnya, jika melakukan pengadaan mobil dinas Pimpinan Dewan, hanya perlu mengeluarkan anggaran sekitar Rp 2,6 Milyar saja. Bisa dibklanh lebih efisien (hemat) sekitar Rp 3 Milyar lebih.
Penjelasan itulah yang didapat dari Pj Sekda Kabupaten Kuningan, Beny Prihayatno. Ia memaparkan alasan tersebut didampingi Kepala BPKAD A Taopik Rohman dan Asda 2 Deden Kurniawan, Selasa (15/4/2025).
“Prinsipnya, pada saat kita hitung, kita akan mengeluarkan setiap tahun, cukup besar, kita (tapi) idak punya asset, kita hanya mengeluarkan untuk operasional,” jelasnya.
Dikatakan, sebenarnya kebutuhan akan kendaraan operasional Pemda juga cukup banyak. Bahkan, ada eselon 2 yang tak punya mobil dinas (BPKAD). Tentu lebih banyak lagi di eselon 3 ke bawab.
Namun, jelas Pj Sekda melalui Kepala BPKAD, sesuai intruksi Presiden untuk efisiensi, Pemda banyak mencoret pengadaan mobil dinas yang tidak berimbas pada konsekuensi lain.
Berbeda halnya dengan pengadaan untuk Pimpinan DPRD. Saat tidak ada mobil dinas, sesuai PP, harus diberikan tunjangan trasportasi. Atas pertimbangan-pertimbangan itulah dipilih untuk melakukan pengadaan mobil.
Disinggung alasan kenapa Bupati bisa menolak mobil dinas anyar, sementara Pimpinan Dewan tidak, karena ketersediaan mobilnya juga. Mobil dinas pimpinan dewan sebelumnya, sudah didem semua. Bupati dan Wakil masih ada yang bisa digunakan.
Pertimbangan lainnya, kata Opik, saat tunjangan diberikan, selain jumlah totalnya lebih boros, juga tidak akan menjadi asset pemerintah daerah, pure hanya untuk operasional semata.
Jika dilakukan pengadaan, mobil akan jadi asset pemerintah. Dan jika tidak ada perubahan aturan, nanti 5 tahun kedepan bisa dilelang atau didump/didem.
Seperti diberitakan sebelumnya, publik mengkritik Pimpinan DPRD yang akhirmya tetap dilakukan pengadaan mobil dinas anyar. Padahal, sebelumnya berkomitmen tidak akan menerima.
Apalagi, sebelum dewan menyatakan menolak mobil dinas anyar, Bupati dan Wakil sudah menolak terlebih dahulu. Tudingan ke dewan makin santer, karena kondisi ini terjadi di tengah efisiensi anggaran. (eki)
