KUNINGAN (MASS) – Alhamdulillah, kini kita telah berada di bulan Rajab. Setiap bulan Rajab kaum Muslimin memperingati peristiwa Isra Mi’raj Nabi Muhammad SAW. Isra Mi’raj ini menjadi bukti perjalanan Nabi SAW menembus dimensi waktu dan tempat, untuk menerima perintah shalat dari Allah SWT.
Dalam perjalanan mi’raj, Nabi SAW diperlihatkan peristiwa suatu kaum yang menyakiti diri sendiri dengan tangannya untuk mencakar muka dan dadanya. Peristiwa ini menggambarkanan bahwa setiap perbuatan seseorang di dunia akan mendapatkan balasannya di akhirat.
Telah menceritakan kepada kami Ibnul Mushaffa berkata, telah menceritakan kepada kami Baqiyyah dan Abul Mughirah keduanya berkata; telah menceritakan kepada kami Shafwan ia berkata; telah menceritakan kepadaku Rasyid bin Sa’d dan Abdurrahman bin Jubair dari Anas bin Malik ia berkata,
“Rasulullah SAW bersabda,
“Ketika aku dinaikkan ke lagit (dimi’rajkan), aku melewati suatu kaum yang kuku mereka terbuat dari tembaga, kuku itu mereka gunakan untuk mencakar muka dan dada mereka. Aku lalu bertanya, “Wahai Jibril, siapa mereka itu?” Jibril menjawab, “Mereka itu adalah orang-orang yang memakan daging manusia (ghibah) dan merusak kehormatan mereka.” (HR Abu Dawud).
Melalui kisah di atas, Rasulullah SAW menjelaskan, setiap perbuatan buruk di dunia –seperti perilaku ghibah– akan dibalas dengan keburukan di akhirat, diibaratkan seperti memakan daging saudaranya yang telah mati.
Allah SWT berfirman, “Janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah satu dari kalian memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.” (QS al-Hujurat [49]: 12).
Mengapa perilaku ghibah dianalogikan dengan memakan daging manusia yang sudah mati? Karena orang yang dicaci dari belakang, yang menjadi obyek ghibah sama halnya dengan mayat, tidak punya kesempatan untuk menjelaskan dan membela diri.
Saking jijiknya, ghibah itu lebih berbahaya dari zina. Seorang wanita pendek datang kepada Nabi SAW untuk menyampaikan maksudnya. Setelah wanita itu keluar, Aisyah berkata, “Alangkah pendeknya dia.” Lalu, Nabi SAW bersabda, “Takutlah akan ghibah, sebab ada tiga bencana (bagi pelaku ghibah), yaitu tidak dikabulkan doanya, tidak diterima kebaikannya, dan kejahatan dalam dirinya akan bertumpuk-tumpuk.”
Karenanya, jauh-jauh hari Rasulullah SAW melarang umatnya untuk ber-ghibah-ria. “Jauhilah olehmu ghibah. Sesunguhnya ghibah itu lebih berbahaya dari zina.” (HR Ibnu Hibban, Ibnu Abi ad-Dunia, dan Ibnu Mardawaih).
Menurut Imam Al-Ghazali, jika seseorang berzina, kemudian bertaubat secara ikhlas, maka taubatnya diterima Allah SWT. Akan tetapi, pelaku ghibah tidak akan diampuni dosanya sebelum meminta maaf terlebih dahulu kepada orang yang dighibahinya.
Semoga Allah menjauhkan diri kita kaum Muslimin dari perilaku ghibah, amin.
H. Imam Nur Suharno, SPd, SPdI, MPdI.
Kepala Divisi Humas dan Dakwah Pesantren Husnul Khotimah, Kuningan, Jawa Barat