KUNINGAN (MASS) – Ketua Umum HMI Komisariat Unisa Kuningan Lisna Fitri Solehati, angkat bicara perihal kasus pelecehan yang terjadi dengan modus “pinjam sisir” saat kegiatan Komisi Pemilihan Umum (KPU) di sebuah hotel, dimana petugas Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) menjadi korban oleh rekannya.
Menurutnya, hal itu adalah kejadian yang sangat memprihatinkan. Tindakan seperti ini, tegas Lisna dalam keterangan tertulisnya, mencerminkan betapa pentingnya upaya serius dalam menciptakan lingkungan kerja yang aman, bahkan dalam situasi formal atau acara dinas.
“Modus ini menunjukkan bahwa pelaku berusaha mencari celah untuk mendekati korban secara fisik, yang pada akhirnya berujung pada pelecehan. Hal ini menandakan bahwa pelecehan bisa terjadi dalam situasi apapun, termasuk dengan dalih sederhana yang awalnya tidak menimbulkan kecurigaan,” ujarnya, Kamis (25/10/2024).
Baca: https://kuninganmass.com/modus-pinjam-sisir-petugas-ppk-dilecehkan-rekan-saat-kegiatan-kpu-di-hotel/
Seharusnya, masih kata Lisna, kegiatan yang bersifat resmi, seperti yang diselenggarakan KPU, memastikan lingkungan yang profesional dan aman bagi semua peserta. Protokol dan regulasi tentang perlindungan terhadap pelecehan harus ditegakkan dengan tegas.
Kejadian ini memerlukan tindak lanjut dari pihak berwenang, termasuk investigasi yang menyeluruh dan transparan. Hukum yang berlaku harus ditegakkan untuk memberi efek jera kepada pelaku dan memastikan keadilan bagi korban. KPU dan instansi terkait juga perlu memperkuat edukasi dan pelatihan bagi petugas terkait etika dan perilaku di tempat kerja.
“Pelecehan seksual juga dapat berdampak besar terhadap kesehatan mental korban, seperti trauma, kecemasan, dan depresi. Korban harus diberikan dukungan psikologis dan perlindungan agar tidak terjadi dampak lanjutan terhadap kehidupan pribadinya,” sarannya.
Di lingkungan kerja atau kegiatan resmi, Lisna mengingatkan tentang pentingnya untuk meningkatkan kesadaran tentang pentingnya saling menghormati dan menjaga privasi serta batasan individu. Kasus seperti ini menunjukkan perlunya pendidikan lebih lanjut mengenai perilaku etis di lingkungan profesional.
“Maka dengan itu Korps HMI Wati (Kohati) Unisa Kuningan dengan tegas mengecam segala bentuk kekerasan dan pelecehan seksual baik di institusi pendidikan, lingkungan kerja maupun di ranah publik. Kekerasan seksual tidak hanya melukai kehormatan korban, tetapi juga menghancurkan kepercayaan dan integritas sosial yang harus dijaga di dalam masyarakat,” ujarnya.
Kohati Unisa Kuningan menyatakan sikap antara lain:
1). Menuntut proses hukum yang adil dan konsisten dan juga menghimbau aparat penegak hukum untuk segera mengadili pelaku kekerasan seksual sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku dan pelaku harus dihukum dengan seadil adilnya agar menimbulkan efek jera dan menjamin keadilan bagi korban,
2). Pentingnya perlindungan dan dukungan bagi korban, menekankan bahwa korban kekerasan seksual harus dilindungi dari ancaman ataupun intimidasi, korban harus segera diberikan dukungan medis, hukum, dan psikologis untuk membantu mereka pulih dari trauma fisik dan psikologis.
3). Seruan untuk lingkungan kerja yang aman Korps-HMI wati (Kohati) menghimbau semua pihak, termasuk pemerintah, lembaga dan organisasi pendidikan, untuk menciptakan lingkungan yang aman dan bebas dari kekerasan seksual.
Ia kembali menegaskan bahwa pencegahan dan respon kekerasan seksual harus diterapkan secara ketat untuk melindungi semua orang terutama perempuan.
Korps HMI-Wati Unisa, lanjutnya, akan terus mengawal kasus-kasus kekerasan seksual, kohati juga menghimbau masyarakat untuk tidak tinggal diam jika mengetahui adanya kejadian pelecehan atau kekerasan tersebut .
“Mari kita berjuang bersama melawan kekerasan terhadap perempuan dan menciptakan lingkungan yang bebas dari segala bentuk kekerasan. Stop kekerasan seksual. Perempuan berhak dilindungi,” ucapnya di akhir. (eki)