KUNINGAN (MASS) – Di Desa Citapen Kecamatan Japara, sebuah tradisi seni yang dikenal sebagai Genjring Rudat masih hidup dan berkembang hingga kini. Tradisi ini tidak hanya menjadi hiburan, tetapi juga memiliki sejarah yang mendalam dan penuh makna.
Genjring Rudat, yang uniknya dikaitkan dengan gerakan pencak silat, konon sangat membantu para pejuang dalam melawan penjajah Belanda pada masa lalu. Hal itu seperti yang diceritakan Abah Engkus, sesepuh Desa Citapen, salah satu pelopor Genjring Rudat pada zaman dahulu pada para mahasiswa KKN kelompok 6 dari Universitas Muhyammadiyah Kuningan.
“Tradisi ini dahulu digunakan untuk bekal diri saat masa penjajahan Belanda. Jadi biar disangka lagi genjringan saja, padahal ini lagi latihan silat untuk menumpas mereka,” ujar Abah Engkus sesepuh Citapen, Minggu (21/2/2024)
Selain itu, tradisi ini dipimpin oleh seorang pelatih pencak silat yang mampu menguasai teknik jurus Rudat tersebut. Adapun, pelatih rudat di Desa Citapen ini merupakan salah satu pejuang bangsa Indonesia saat itu.
Pelatih tersebut dikenal dengan abah yanto, seorang pendekar silat zaman dulu yang kini masih aktif mengikuti latihan Genjring Rudat. Ia memaparkan bahwa tradisi ini tidak akan padam walaupun sudah berganti zaman.
“ Tradisi ini wajib dilestarikan, kita akan membuka gerbang untuk para millenial meneruskan tradisi in,” kata Abah Yanto.
Keunikan Genjring Rudat inilah yang menarik minat para mahasiswa KKN. Melalui salah satu peserta KKN, Aprilia, menurut pihaknya, Genjring Rudat tidak hanya menjadi sarana hiburan, tetapi juga alat untuk menyamarkan latihan bela diri yang sangat penting bagi para pejuang.
“Genjring Rudat kini menjadi salah satu kekayaan budaya Indonesia yang patut dilestarikan. Tradisi ini mengajarkan kita tentang kreativitas dan keberanian para leluhur dalam menghadapi penjajahan, serta pentingnya menjaga dan melestarikan warisan budaya untuk generasi mendatang,” ujarnya. (eki)