KUNINGAN (MASS) – Suatu hari, seorang laki-laki mendatangi Nabi SAW dan menyatakan keinginannya untuk berhijrah (masuk Islam). Setelah mengikrarkan dua kalimat syahadat, laki-laki itu masih tampak menyimpan kegundahan.
Setelah beberapa saat, akhirnya seorang laki-laki itu berkata kepada Nabi SAW, “Wahai Rasulullah, aku masih memiliki beberapa keberatan tentang diriku.” “Apakah itu?” kata Nabi. “Aku ini sejak dulu kerap berbuat dosa dan kini aku sudah masuk Islam. Rasanya sulit bagiku meninggalkan kebiasaan buruk itu. Apa yang harus aku lakukan wahai Rasulullah?”
Nabi SAW terdiam sejenak, lalu menjawab, “Bisakah engkau memegang sebuah janji?” “Janji apa itu ya Rasul?” Jawab laki-laki itu penasaran. “Bisakah engkau mulai saat ini melakukan satu hal, yaitu meninggalkan perkataan dusta.” “Baiklah, mulai saat ini aku akan meninggalkan perkataan dusta,” jawab laki-laki itu. Maka, Nabi pun mempersilakan laki-laki itu pulang.
Hari-hari selanjutnya godaan untuk berbuat dosa selalu menghampiri laki-laki itu. Setiap kali ia tergoda untuk berbuat dosa, ia selalu teringat akan janjinya. “Nanti jika aku ditanya oleh Rasulullah bagaimana? Jika aku berdusta, itu berarti aku telah mengkhianati janjiku pada Rasul. Sementara, jika aku berkata jujur, berarti aku mengakui telah berbuat dosa dan aku siap dihukum.”
Begitu seterusnya, setiap kali laki-laki itu akan berbuat dosa ia selalu teringat akan janjinya. Sehingga lama-kelamaan laki-laki itu benar-benar meninggalkan kebiasaan buruknya. Dan, kini, laki-laki itu telah menjadi orang yang bertakwa. Allahu Akbar.
Kisah hijrahnya seorang laki-laki di zaman Nabi SAW tersebut memberikan pelajaran berharga kepada kita. Meninggalkan perkataan dusta itu mengantarkan kepada sikap kehati-hatian dalam bertindak sehingga terhindar dari perilaku buruk, serta mengantarkan kepada keselamatan hidup di dunia dan akhirat.
Nabi SAW bersabda, “Jauhilah dosa-dosa kecil karena apabila berkumpul pada seseorang maka akan menghancurkan dirinya.” Sesungguhnya Nabi SAW membuat perumpamaan, bagaikan suatu kaum yang turun ke suatu lembah, lalu hadir pemimpin kaum itu dan menyuruh setiap orang membawa satu potong kayu kecil dan terkumpullah setumpuk kayu yang banyak lalu dibakar sehingga bisa membakar apa saja yang dilempar ke dalamnya.” (HR Ahmad).
Al-Ghazali mengatakan bahwa dosa kecil menjadi besar karena menganggap kecil dosa tersebut atau karena dilakukan secara terus-menerus. Apabila seseorang menganggap yang kecil sebagai dosa besar, menjadi kecil di hadapan Allah. Sebaliknya, apabila menganggap dosa sebagai dosa kecil, dianggap besar di hadapan Allah.
Dengan berhijrah memperoleh banyak keutamaan. Setelah mengetahuinya, seseorang tidak akan menunda untuk berhijrah. Buruan mumpung kesempatan itu masih terbuka lebar. Untuk itu, semangat hijrah ini hendaknya terus dijaga hingga maut menjemputnya.
Keutamaan hijrah itu antara lain adalah diberikan keluasan rezeki (QS An-Nisa’ [4]: 100); dihapuskan kesalahannya (QS Ali Imran [3]: 195); ditinggikan derajatnya dan mendapat jaminan surga (QS At-Taubah [9]: 20-22); dan diberikan kemenangan dan meraih keridhaan-Nya (QS At-Taubah [9]: 100).
Semoga Allah membimbing kita kaum Muslimin agar dapat istikamah menjaga semangat dalam berhijrah sehingga layak mendapatkan keutamaan yang telah dijanjikan. Amin.
Imam Nur Suharno
(Penceramah)