Connect with us

Hi, what are you looking for?

Kuningan Mass

Netizen Mass

Memperingati Haul Gus Dur, Bapak Toleransi dan Pluralisme

KUNINGAN (MASS) – Empat belas tahun sudah Dr. K.H. Abdurrahman Wahid atau yang akrab disapa Gus Dur kembali kepangkuan Allah SWT. Anugerah terindah bagi bangsa Indonesia telah berada di alam kesejatian dan damai seperti selayaknya Gus Dur yang selalu memuliakan kemanusiaan. Lahirnya Gus Dur adalah hadiah yang istimewa dan bermanfaat bagi Bangsa Indonesia.

Gus Dur merupakan pribadi yang ajaib, terlalu besar jasa yang bisa ditorehkan untuk ukuran seorang manusia. Pemimpin negara yang merangkul semua komponen ke-Indonesiaan. Ia menetapkan Konghucu sebagai agama resmi, menghapus diskriminasi warisan Orde Baru tentang pembatasan agama kepercayaan dan istiadat Tionghoa. Gus Dur hadir untuk melawan ketidakadilan. Baginya Indonesia adalah rumah yang nyaman untuk melindungi seluruh tumpah darah Indonesia. Pasca transisi kekuasaan di era reformasi, figur Gus Dur lah yang berani menabrak arus diskriminasi masih kuat saat itu. Ialah sang pengobat luka yang bertenaga bagi kemanusiaan Indonesia.

Gus Dur sosok kontroversial dan legendaris. Tokoh yang mewariskan apa itu esensi kemerdekaan tanpa memandang garis politik, suku, golongan, agama dan ras. Yang ia pegang hanya keyakinan bahwa kemerdekaan adalah hak bagi semua manusia ciptaan Tuhan yang Maha Kuasa. Pemikiran Gus Dur yang mencintai keberagaman, kerukunan dan pendamba kedamaian sungguh kian dirindukan di tengah era darurat narasi kebencian saat ini.

Dari Gus Dur kita belajar menghargai kebhinnekaan. Karena perbedaan sejatinya adalah ciptaan Allah SWT yang mesti disyukuri dan dirawat di bumi Indonesia. Gus Dur mengajar kita memahami, bahwa eksistensi Indonesia sebagai suatu negara dan bangsa tak ternilai harganya. Sikap legowo, tidak mendendam dan pemaaf adalah sikap Gus Dur dalam menghindari perpecahan dan mengatasi ketegangan politik sesama anak bangsa. Karena Gus Dur begitu mencintai kemanusiaan, perdamaian dan kerukunan.

Advertisement. Scroll to continue reading.

Gus Dur menyimpan keindahan hidup di berbagai sisinya – bagian indah itu bernama moral kesederhanaan. Ia tidak pernah merasa paling terhormat, paling mulia dibanding siapapun. Gus Dur dicintai sebagai sosok yang tanpa pamrih untuk mengabdikan dirinya pada kebaikan. Ia memberikan kebaikan untuk kebaikan itu sendiri bukan untuk dirinya. Itulah moral Gus Dur. Keseimbangan antara Al-ukhuwah al-islamiyyah (persaudaraan Islam) dan al-ukhuwah insaniyah (persaudaraan manusia) mendarah daging dalam sikapnya. Laku hidup demikian itu jadi langka di era kekinian.

Sebagai pemimpin organisasi Islam terbesar, Nahdlatul Ulama (NU) ia tak risih jika harus tidur beralas tikar di lantai dalam perjalanannya wara-wiri membesarkan NU, membesarkan pondok pesantren, mengajar santri sekaligus sebagai pejuang demokrasi. Bahkan ketika ia kesulitan keuangan saat harus mendaftarkan salah satu anaknya masuk SMA, ia tunjukkan kelas intelektualnya menjadi penulis pengantar sebuah buku, agar ongkos dari penerbit buku dapat menjadi bekal anaknya bisa sekolah. Cara hidup demikian mengingatkan kita pada gubahan puisi dari Mesir, pengarang Kitab Al-Hikam, Ibnu Athaillah As-Sakandari yang sering dikutip Gus Dur dalam banyak kesempatan : “Idfin wujudaka fil ardhil khumuli, fama nabata mimmaa lam yudfan laa yutimmu nitaa juhu” yang artinya “Tanamlah wujudmu/kebaikanmu di tanah kerendahan / ketersembunyian, karena sesuatu yang tumbuh dari benih yang tak ditanam, buahnya tidak akan sempurna. Tanamlah kebaikan sedalam-dalamnya”.

Gus Dur juga dikenal sebagai sosok yang humoris dengan gayanya yang santai dan jenaka, Humornya sangat mengena dan tetap blak-blakan. Rasa humor yang cerdas ia gunakan sebagai alat diplomasi membangun perdamaian, melontarkan kritik sosial hingga jadi alat penerang kesadaran rakyat.

Saat meninggalkan istana pada Juli 2001, Gus Dur dengan tenang mengendalikan diri, ia tak biarkan kesatuan bangsa rusak karena urusan kekuasaan, baginya politik tak boleh jadi alat pemecah belah bangsa. Pelajaran yang diberikan oleh Gus Dur adalah tidak ada satu perpecahanpun yang sebanding dengan suatu jabatan. Gus Dur tidak menyerah tapi dia telah menang dengan cara lain. Dia hanya meninggalkan Istana, namun berhasil masuk ke dalam setiap hati masyarakat karena sikapnya yang ksatria dan legowo.

Advertisement. Scroll to continue reading.

Semua nilai-nilai yang diwariskan Gus Dur kini membuka mata, pikiran dan hati kita bahwa urusan perbedaan bukanlah hal yang mesti direpotkan. Karena jasa Gus Dur lah, saat ini Sabang sampai Merauke tetap utuh, NKRI tetap ada. Gus Dur pernah berpesan “Semakin tinggi ilmu seseorang, semakin besar rasa toleransinya”. Sehingga sikap, laku dan prinsip hidup beliau patut jadi pelita bagi generasi penerus bangsa. Bagai sungai yang mengalir, ia jadi teladan yang tak pernah kering mengalir dalam relung hati kita semua. Gus Dur telah memenangkan pertandingannya secara gagah berani. Kini almarhum Gus Dur mungkin telah mendo’akan Indonesia dari alam kedamaian di sisi Allah SWT. Al Fatihah.

Kuningan, 20 Desember 2023

Uha Juhana
Pembina Relawan
Ganjar Mania Kuningan

Advertisement. Scroll to continue reading.
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Advertisement

Berita Terbaru

Advertisement
Advertisement

You May Also Like

Religious

KUNINGAN (MASS) – Para santri dan alumni Ponpes Tebuireng Jombang, Minggu (15/5/2022) malam berkumpul di Ponpes Al Muttaqien Desa Manislor Kecamatan Jalaksana. Mereka halal...

Government

KUNINGAN (MASS) – BEM Unisa Kuningan, melalui presmanya Dika Pubaya mengaku geram atas kericuhan yang terjadi dalam paripurna DPRD Rabu (6/4/2022) kemarin. Pihak BEM...

Education

KUNINGAN (MASS) – Kajian rutin Ikatan Mahasiswa Kuningan (IMK) wilayah Cirebon yang dilaksanakan pada Senin (2/12/2019) malam di sekretariatnya, Perum Puri Taman Sari Blok...

Anything

KUNINGAN (MASS) – Mengenang dan menauladani sikap serta gagasan almarhum KH. Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, sekelompok anak muda Kuningan yang tergabung dalam Kolong...

Advertisement