KUNINGAN (MASS) – Bagi banyak honorer di Kabupaten Kuningan yang lolos seleksi P3K, hari ini Jumat (8/1/2021) akan menjadi hari bersejarah.
Sebab, mulai kini mereka akan diakui sebagai pegawai pemerintah melalui skema P3K, dengan dibagikannya SK secara serentak di Hotel Prima Resort Sangkanurip Kuningan.
Tentu, dari banyaknya peserta semua memiliki kisahnya masing-masing sebelum akhirnya diangkat.
Salah satunya adalah, Nining Rohini, P3K asal Desa Subang yang kini mengajar di SDN 3 Pamulihan.
Nining sendiri, merupakan perempuan dengan usia 50 tahun. Selama 19 tahun terakhir, dirinya sudah mengabdi di sekolah dengan status honorer.
Mulai mengajar sejak tahun 2001 di SDN 4 Subang, Nining harus rela menerima upah kerja sebesar 20 ribu saja saat itu dari kepala sekolah.
Pengabdian demi pengabdian terus dilakukan. Meski kadang tidak bisa full 6 hari dalam seminggu mengajar, Nining tetaplah seorang guru.
Apalagi, di rumah kadang ada saja anak yang belajar mengaji.
Di sekolah pertamanya, Nining sempat mengajar sebagai wali kelas beberapa kali.
Sempat juga mengajar seni, karena memang ada bakat dan hobi di kesenian Sunda seperti pupuh dan kawih.
Tahun demi tahun, waktu bergerak begitu cepat. Nining yang harus membiayai ke-3 anaknya itu, ternyata harus ‘kuat-kuatan’ dengan nasibnya sebagai honorer.
Sampai tahun 2018-an pun, ternyata upah dari memgajar di sekolah sangat minim, hanya Rp.100.000,- sebulan, dipotong pajak penghasilan (pph) pula.
“Kalo bos kadang dapet kadang nggak. Apalagi di sekolah pertama kan muridnya sedikit, sukwannya banyak,” ujarnya maklum, saat diwawancarai kuninganmass.com sebeluk pembagian SK.
Perempuan kelahiran 1970 itu mengaku, kerap mendapat teguran dari sesama rekan guru dan atasan, karena cukup sering ‘ijin’ dari sekolah.
Bahkan, beberapa kalimat sindiran, kerap didapatnya “Demi 25 ribu, kalah teu ka sakola”.
Sindiran itu ditujukan untuknya, ketika menghadiri kegiatan di luar sekolah. Di kampung, uang duduk kegiatan memang masih kecil.
Padahal, Nining memang aktif di berbagai kegiatan sosial. Bukan semata soal uang, selain jam mengajar di sekolah yang memang tidak banyak, karena harus berbagi dengan PNS dan honorer lain.
Nining juga sempat aktif sebagai ketua Posyandu, kader PKK, bahkan sempat juga menjabat BPD.
Tentu tidak mudah membagi waktu untuk banyak terlibat di kegiatan sosial. Jika Nining bukanlah seorang honorer yang waktunya diikat oleh negara dan predikat ASN. Nining bersyukur, bisa bermanfaat untuk banyak orang.
Sebelum akhirnya pada 2018-an Nining mendapat SK THL, dirinya sempat dicalonkan masyarakat sekitar untuk menjadi Kepala Desa.
Tanpa modal sama sekali. Waktu itu, banyak tetangga sekitar yang menyumbangnya.
Sayang seribu sayang, politik mungkin bukan dunianya saat itu. Intrik politik, strategi serta kekuatan modal yang belum memadai, mengharuskannya rela mengabdi di jalan lain.
Tahun 2018-an, gelombang THL tiba. Nining juga masuk salah stau di dalamnya. Selain berkekuatan hukum SK Bupati, penggajihan juga bertambah Rp. 400.000,- sebulan.
Tapi ternyata kabar yang awalnya kurang menyenangkan juga datang. Karena SK nya mengajar PAI, Nining harus terdepak dari sekolah lamanya yang dekat dengan rumah.
Pindah ke SDN 3 Pamulihan. Lokasinya sekitar 10-12 km dari kediamannya. Jarak yang jauh, ongkos yang berat.
Awalnya, itu sangat berat. Apalagi di sekolah baru pun, Nining harus mengajar pelajaran lain yang bukan basiknya yakni mengajar olahraga.
“Mungkin itu tantangannya, guru mah kudu sagala bisa,” sebutnya dengan diselingi senyum dan mencontohkan, anak didiknya teruji menjuarai bakiak di tingkat kabupaten.
Tahun 2019 lalu, akhirnya dibuka test P3K untuk para tenaga honorer. Setelah ikut test, Nining berhasil lolos.
Hari ini, penantian panjang para tenaga honorer akhirnya diakui, meski sebagai P3K. Hari ini, Nining sumringah, menerima SK nya di Sangkanhurip.
Masih terngiang-ngiang di telinga, sindiran dan teguran karena dulu ketika menghonor banyak nyambi di luar.
Tapi dirinya tidak kecewa, karena tetap bisa menghantarkan anaknya sekolah ke jenjang tinggi.
“Alhamdulillah, anak saya satu Sarjana Hukum, sudah menikah. Satu lagi Sarjana Ushuludin dan mulai bekerja, satu lagi masih SMA,” sebutnya.
Nining bersyukur, dirinya bisa survive meski baru diangkat sekarang. Kini, dirinya memang mengajar jauh dari rumah, tapi mengaku sudah betah dengan suasana, lingkungan beserta rekan barunya.
Apalagi, mulai tahun ini Nining mengajar linear sesuai basicnya di PAI. (eki)