KUNINGAN (MASS) – BPS Kuningan melalui Andriyanto, menjawab hasil diskusi lembaga penelitian Jamparing Research, yang seolah mendiskreditkan lembaganya.
Pasalnya, pernyataan Jamparing yang menyebut Kuningan darurat data, atau menyebut ada data tapi tak lengkap dan seringkali tak berguna, konteksnya tengah membahas diskusi data dari buku resmi “Kabupaten Kuningan dalam Angka” terbitan BPS.
“Banyak pengguna data yang masih ga ngerti data BPS itu apa aja, jadi seolah-olah semua data itu sumbernya dari BPS” kata Andriyanto, Minggu (3/8/2025).
Ia menjelaskan, statistik itu dibagi 3 sesuai UU No. 16/1997 tentang Statistik. Ketiga jenis statistik itu adalah sebagai berikut:
– Statistik Dasar : data yang dihasilkan oleh BPS
– Statistik Sektoral : data yang dihasilkan oleh Kementerian/Lembaga
– Statistik Khusus : data yang dihasilkan dari penelitian baik individu, maupun universitas.
Andriyanto membenarkan bahwa publikasi Kabupaten Kuningan Dalam Angka itu memang produk BPS, tapi data yang dipublikasikan itu ada data BPS (data makro) dan data sektoral dari OPD (di bawah tabel itu ada sumber data nya dari mana).
“Jadi, kalo merujuk ke Publikasi Kabupaten Kuningan Dalam Angka, ya itu bukan data BPS semua. Data yang disajikan itu banyak berasal dari OPD terkait. Kalo disebut tidak lengkap dan tidak berguna, ya tanyakan ke OPD nya aja, kami menerima data dari mereka (red: OPD). Setiap data yang kami publikasikan melalui Kabupaten Kuningan Dalam Angka adalah hasil desk sinkronisasi data bersama Diskominfo sebagai walidata dan OPD sebagai produsen data,” kata Andri.
Baca:
Menyangkut indeks kerukunan umat beragama ataupun kepuasan masyarakat terhadap SKPD seperti yang disinggung dalam diskusi, Andri menegaskan bahwa itu merupakan publikasi data dari SKPD masing-masing.
“Tabel data yang sumbernya BPS yang tersaji di Publikasi Kabupaten Kuningan Dalam Angka, itu baru data kami,” imbuhnya.
Andri juga mengamini, nampaknya banyak yang masih ga paham tentang sumber data. Pun begitu dengan diskusi kemarin, kritiknya ke Pemda tapi penggunaan sumber datanya tidak pas. Jadi salah tafsir seolah data BPS yang salah.
Di akhir, ia disinggung soal pemerintah yang mengambil data dari BPS dalam penentuan kebijakan adalah data makro BPS saja. Ketika pemerintah menggunakan data mikro itu sumber data nya dari SKPD terkait. Sehingga masih mengira, semua data berasal dari BPS.
“Yang bisa dijadikan acuan sebagai monitoring dan evaluasi pembangunan pemerintah adalah data makro BPS aja. Kalo data sektoral sumbernya dari OPD. Di publikasi Kabupaten Kuningan dalam Angka juga kami menuliskan sumber data di setiap tabel, baik yang sumber data dari BPS, maupun yang sumber datanya dari data sektoral (red: OPD),” tegasnya.
Andriyanto kemudian mencontohkan data makro BPS itu misalnya angka kemiskinan, ketenagakerjaan, IPM, PDRB, IKG hingga inflasi. Data makro BPS itu levelnya sampai data kabupaten saja. Sehingga untuk melihat level data tingkat kecamatan dan desa, bisa dilihat dari data mikro yang berasal dari data sektoral. (eki)
