KUNINGAN (MASS) – Proses hukum yang dialami Ujang, seorang petani hutan asal Desa Cipedes Kecamatan Ciniru, membuat mahasiswa geram. Mereka melancarkan aksi solidaritas Sabtu (2/2/2019) sore di Taman Bundaran Cijoho.
“Di sini ada 150 orang yang ikut aksi, gabungan aktivis PMII dan GMNI. Bahkan anak-anak punk juga ikutan,” kata Jendral Lapangan, Fauzan Azhim kepada kuninganmass.com.
Aksi mereka diisi dengan orasi, teatrikal dan musikalisasi puisi. Kegeraman mahasiswa sebagai bentuk perlawanan terhadap upaya kriminalisasi kaum marginal. (deden)
Berikut ini kronologis versi mahasiswa terkait kriminalisasi Ujang, petani hutan:
Ujang adalah Korban dari upaya perhutani mengklaim seluruh hasil produksi hasil hutan, hasil jerih payah kaum Tani Cipedes yang bertahun-tahun menanamnya tanpa bantuan dari perhutani.
Kriminalisasi yang dilakukan perhutani terhadap Ujang merupakan upaya masifikasi atau monopoli terhadap hasil produksi Hutan yang sejak awal merupakan hasil jerih payah kaum Tani Hutan.
Dimana pada tahun 2000, Ujang bin Sanhari membeli bibit 4000 lebih mahoni kemudian menanamnya bersama-sama anggota LMDH Tani Asih mandiri Desa Cipedes di wilayah hutan yang sudah sahih menjadi wilayah garapan LMDH.
Tetapi kemudian memasuki masa panen segala cara dilakukan perhutani untuk mengklaim hasil jerih payah Kaum Tani terutama pa Ujang. Pertama dengan melakukan krinimalisasi terhadap pa Ujang dengan tuduhan perusakan hutan dan penebangan liar. Kedua, tidak mendelegitimasi pa Ujang sebagai anggota LMDH. Ketiga, memasukan angka kerugian sekitar 124.113.000 yang harus diganti pa Ujang.
Dari ketiga hal tersebut bisa ditarik kesimpulan bagaimana kriminalisasi terhadap pa Ujang berdampak serius terhadap kehidupan sosial-ekonomi pa Ujang. Keadaan tersebut telah membuat semakin merosot dan terpuruknya penghidupan keluarga pa Ujang.
Sementara itu, dalam persidangan pada tanggal 24 Januari 2019, jam 11 Siang terdapat kejanggalan kesaksian serta pemutarbalikan fakta di mana dalam penuturan Apep Hidayat sebagai saksi perhutani menerangkan bahwa pada tanggal 28 oktober 2018, Pa Ujang menebang 44 pohon Mahoni, 1 pohon kihiyang dan 2 kayu Jenjing di Blok Cikokol petak 40B dan 40 G RPH pakembangan BKPH Garawangi KPH Kuningan.
Kemudian pada tanggal 05 November 2018 ditangkap dengan Barang bukti kayu balok persegi yang direndam di Blok Katulampa serta gergaji Shinsaw. Penangkapan ini dilakukan tanpa melakukan penyelidikan mendalam dan hanya berdasarkan penglihatan semata serta pencocoklogian tunggak-tunggak pohon di Blok Cikokol ketika mereka patroli.
Selain itu sodara Apep Hidayat menyatakan tidak ada penebangan sebelumnya kemudian berani menyebutkan tidak mengetahui nota kerjasama LMDH dengan Perhutani.
Kesaksian-kesaksian Apep jelas bertujuan mengarahkan pa Ujang pada pasal 82 ayat 1 dengan ancaman 5 tahun penjara namun kesaksian Ketua LMDH dan Pak RT serta Sepuh hutan pak Sapta memberi kejelasan siapa yang sebenarnya yang salah.
Pertama Ketua LMDH menyatakan pa Ujang merupakan penggarap wilayah hutan Blok Cikokol 40 B, “Bagaimana mungkin Ujang disebut maling, padahal wilayah Blok Cikokol adalah tanah garapanya”.
Kedua, Ujang mempunyai hak atas apa yang ditanamnya di Blok Cikokol karena bibit mahoni, kihiyang dan jinjing bukan dari perhutani melainkan dari pa Ujang serta kedudukan ketiga tanaman tersebut adalah tanaman rawa bukan tanaman pokok.
Ketiga Tunggak-tunggak besar itu tidak ditebang oleh pa Ujang melainkan oleh perhutani kemudian sebelum musim hujan pada bulan Februari ada penebangan pohon sebagai upaya mencegah bahaya besar bagi warga di bawah blok cikokol ketika hujan dan itu dilakukan oleh warga dengan ijin dari mandor perhutani.
Keempat, pa Ujang hanya menebang 11 pohon mahoni dan itu merupakan haknya sebagai anggota LMDH sebagaimana diatur dalam perjanjian nota kerjasama untuk kebutuhan rumah tangganya.
Maka dari kesaksian ketua LMDH, Pak RT dan pak Sapta bisa ditarik kesimpulan bahwa pa Ujang tidak bersalah dan merupakan KORBAN rekayasa politik perhutani. Dan sejatinya jikapun benar bermasalah, mekanisme penyelesaianya bukan ranah pidana melaikan perdata sebagaimana diatur dalam nota kerjasama pasal perselisihan dan Force Majore.
Dengan demikian sudah jelas kedudukan perhutani sebagai Tuan tanah di Hutan Cipedes telah bersikap fasis terhadap pa Ujang serta dengan skenario kriminalisasi pa Ujang membawa efek warga Desa Cipedes dan LMDH tidak mau memasuki wilayah hutan yang sejatinya pada tahun ini warga bisa menikmati apa yang ditanamnya.
Kami dari pimpinan organisasi GMNI dan PMII menyerukan kepada seluruh pemuda dan mahasiswa kabupaten Kuningan untuk ambil bagian dan terlibat aktif dalam melawan kriminalisasi Pa Ujang dan membubarkan perhutani kemudian memperhebat perjuangan keadilan bersama rakyat serta majelis hakim kejaksaan tinggi Kuningan melihat kasus ini dengan jelas bukan dari sudut pandang perhutani semata.
Tertanda,
Pimpinan Perjuangan
GMNI dan PMII Kuningan
- Mochamad Sugiono
- Fauzan Azhim