Oleh : Dede Farhan Aulawi
Saat berbicara korupsi maka secara aklamasi pasti orang sependapat bahwa perilaku korupsi adalah sesuatu yang jelek, harus diberantas dan pelakunya harus dihukum berat. Semua akan memiliki pandangan dan pendapat yang sama bahwa korupsi sangat tidak baik, merampok uang rakyat dan menimbulkan penderitaan bagi masyarakat.
Berbagai kecaman banyak dilontarkan oleh berbagai komunitas masyarakat untuk menunjukan bahwa masyarakat sudah muak dengan perilaku korup dan ingin agar korupsi benar – benar lenyap di bumi Indonesia tercinta. Tetapi apa mau di kata semakin banyak pegiat anti karupsi, semakin menjamur pula perilaku korup. Fakta empiriknya adalah OTT KPK terus berlangsung sampai saat ini. Jadi penikmat syahwat korupsi ternyata masih banyak.
Ada banyak pandangan terkait berbagai teori penyebab maraknya perilaku korup. Lalu diselenggarakanlah berbagai seminar, FGD, diskusi dan sebagainya untuk mencari cara yag efektif dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi. LSM dan ormas – ormas anti korupsi pun bermunculan dengan berbagai nama yang berbeda, tetapi memiliki semangat perjuangan yang sama yaitu ingin melakukan pemberantasan korupsi. Persoalan kemudian kenapa korupsi sulit sekali untuk diberantas ?
Pada kesempatan ini, saya ingin mencoba sedikit mengulas tentang tindak pidana korupsi yang marak ini dari perspektif Islam. Secara etimologi istilah Korupsi berasal dari kata latin corruptio yang berarti perbuatan busuk, buruk, tidak jujur, dapat disuap, tidak bermoral, menyimpang dari kesucian, kata-kata atau ucapan menghina atau memfitnah.
Dalam bahasa inggris berarti jahat, buruk, suap dan curang. Suatu perbuatan jahat, kriminal yang menguntungkan pribadinya dan atau kelompoknya dan merugikan orang lain dan atau kelompok lain. Perilaku korup merupakan bentuk perbuatan yang melanggar dan dapat dihukum dengan KUHP (Kitab Undang-Undang Pidana). Perbuatan jahat (tindak pidana) dalam bahasa arab disebut dengan Jinayah.
Tindak pidana korupsi adalah tindakan jahat untuk mengambil sesuatu bukan hak-nya dan dapat merugikan orang lain, bahkan merugikan bangsa dan negara. Di lihat dari sisi perbuatan maka keruptor bisa diartikan dengan pencuri/ maling. Bedanya, kalau koruptor mengambil sesuatu di tempat mana saja dengan cara tidak langsung, sementara pencuri mengambil sesuatu di tempat tertentu dengan cara langsung. Keduanya sama-sama pencuri, pelaku kriminal atau Jinayah .
Pencuri dalam bahasa arab disebut Sariq untuk laki-laki dan Sariqoh untuk perempuan. Lalu mungkin timbul pertanyaan, apakah hukumannya juga sama seperti halnya pencuri, yaitu dipotong tangan ? Tentu hal ini dapat dilihat pada prinsip hukum (had) itu sendiri, yaitu tidak terulangnya perbuatan lagi. Kalau hukuman yang dijatuhkan Hakim kepada koruptor sama dengan Pencuri, itu sebenarnya sudah cukup, asalkan memenuhi syarat-syarat potong tangan sesuai dengan hukum-hukum Islam.
Inilah hikmah di syari’atkannya hukuman potong tangan bagi pencuri atau koruptor. Lahirnya hukuman atau had bagi koruptor yang di samakan dengan hukum pencuri (sariq) di dalam Islam dikenal dengan Qiyas yang diperoleh dari hasil ijtihad para ulama ahli Fiqh. Namun demikian ada juga yang berpendapat bahwa pelaku tindak pidana korupsi harus dihukum lebih berat dari pencurian karena dampak yang ditimbulkan lebih berbahaya daripada sekedar pelaku pencuri biasa.
Sementara kalau dilihat dari jenis – jenis perilaku korup, kita bisa mengklasifikasikannya sebagai berikut yaitu (1) Memberikan sesuatu (hadiah) atau janji kepada pejabat; penyelenggara negara dengan maksud agar berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan tugas, wewenang, hak dan kewajibannya sebagai orang yang memilki wewenang, (2) Memberikan atau menjanjikan sesuatu kepada Hakim dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili, disebut Risywah atau sogokan.
Lalu ketiga (3) Menggelapkan uang atau menghilangkan atau menyimpan surat berharga, karena jabatannya untuk melakukan suatu perbuatan yang dapat menguntungkan dirinya atau kelompoknya dan merugikan orang lain baik individu atau masyarakat luas, (4) Memalsukan buku-buku, data-data dan lain-lain yang berkenaan dengan administrasi dan tidak dapat mempertanggung jawabkannya dengan transparan sesuai dengan aturan dan prundang-undangan yang berlaku.
Berikutnya (5) Melakukan perbuatan curang atau membiarkan orang melakukan curang dengan maksud menguntungkan dirinya atau kelompok dan merugikan orang lain atau kelompok, (6) Memungut uang diluar prosedur yang resmi dalam melaksanakan pelayanan kepada masyarakat, baik minta se-ikhlasnya atau dengan cara-cara lain yang mengarah kepada upaya agar orang lain (yang dilayani) memberikan uang atau berjanji memberikan uang kepada yang melayani, walaupun secara lahirnya diucapkan ikhlas, tapi sebenarnya tidak ikhlas.
Itulah sedikit ulasan singkat mengenai tindak pidana korupsi dalam perspektif Islam. Semoga bisa memberi manfaat bagi pembaca dalam menambahh wawasan dan ikut berkintribusi dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi. Akhirnya Indonesia yang bebas KKN sebagaimana cita – cita reformasi 1998 dapat segera diwujudkan. Aamiin YRA