KUNINGAN (MASS) – Kawasan lereng Gunung Ciremai, khususnya di sekitar Arunika dan area pembukaan lahan yang belakangan ramai diperbincangkan, ternyata menyimpan perjalanan panjang sebelum berkembang seperti sekarang.
Perbandingan citra satelit antara tahun 2015 dan 2025 menunjukkan transformasi besar yang terjadi di wilayah tersebut.
Pada 2015, kawasan itu masih didominasi lahan tadah hujan, berupa tanah pertanian terbuka, area kering, serta petak-petak kebun yang belum tertata. Hampir seluruh bidang lahan tampak kosong tanpa pepohonan besar maupun bangunan pendukung.
Nampak jejak pertanian tradisional terlihat jelas, sementara infrastruktur masih sangat terbatas dan hanya mengandalkan satu jalur utama tanpa akses tambahan.
Seiring berjalannya waktu, lahan tadah hujan itu ditanami berbagai pepohonan tanaman endemik, namun dalam perjalanan berbagai tanaman liar seperti kaliandra muncul di kawasan tersebut yang dinilai memiliki ketidak cocokan dengan tumbuhan endemik.
Perbedaan nampak jelas di tahun 2025, Lereng Ciremai kini tumbuh menjadi kawasan hijau yang rimbun, disertai pembangunan area wisata serta ruang aktivitas masyarakat yang lebih tertata.
Selain itu, fasilitas bangunan, jalur akses yang lebih teratur, dan area hijau yang terawat kini menjadi bagian dari lanskap baru wilayah tersebut.
Hal itulah yang disampaikan tim dari Puspita Cipta Grup, Mukhlis. Ia menegaskan, salah satu perkembangan penting yang jarang diketahui publik adalah hadirnya lokasi khusus yang difungsikan sebagai area pembibitan tanaman, berlokasi di dekat lahan yang tengah ramai di perbincangkan.
“Area ini dikelola sebagai bentuk kepedulian terhadap konservasi lingkungan, kelestarian ekosistem lokal, serta upaya pencegahan bencana alam seperti erosi dan longsor yang rentan terjadi di wilayah perbukitan,” ujarnya, Kamis (11/12/2025).
“Penanaman telah dilakukan beberapa tahun kebelakang dan saat ini disini juga masih banyak bibit-bibit tanaman yang belum ditanam. Penanaman dikawasan ini juga terus kami lakukan,” katanya.
Mukhlis menjelaskan beragam tanaman endemik Kabupaten Kuningan dikembangkan di lokasi tersebut, mulai dari Pinus, Saninten (Castanopsis argentea), Jamuj (Dacrycarpus imbricatus), hingga berbagai tanaman lokal bernilai ekologis tinggi lainnya.
“Program pembibitan ini tidak hanya untuk menjaga keberlanjutan vegetasi alami, tetapi juga menjadi langkah nyata dalam menjaga keseimbangan alam sekitar kawasan itu,” tutur Mukhlis.
Ia menambahkan vegetasi hasil pembibitan terbukti membantu memperkuat struktur tanah, menambah tutupan hijau, serta mengurangi potensi bencana hidrometeorologi.
Mukhlis menilai banyak masyarakat yang menikmati suasana hangat dan estetis kawasan tersebut mungkin tidak menyadari bahwa satu dekade lalu area itu hanyalah hamparan lahan tandus.
“Transformasi ini membuktikan bahwa ketika potensi alam dikelola dengan pendekatan sustainable tourism, hasilnya tidak hanya memberikan nilai ekonomi, tetapi juga manfaat ekologis jangka panjang,” pungkasnya. (didin)












