KUNINGAN (MASS) – Pernyataan Anggota Komisi I DPRD Kuningan Dede Sembada mengenai permintaan agar TNGC diturunkan statusnya menjadi hutan rakyat (Tahura) mendapat tanggapan dari penggiat lingkungan Maman Majique. Menurut pria berambut panjang itu, peluang untuk turun status bisa terjadi.
“Peluang sih ada aja, tapi untuk apa? Dulu yang minta kita terus ada penyesalan. Sekarang yang nolak juga kita. Apa ga malu, kenapa dulu menyesal? Karena ga dipertimbangkan secara matang. Nah kalau sekarang maen tolak aja tanpa pertimbangan lebih dulu dan kemudian hari nyesal lagi. Apa kata dunia,” ujarnya, Selasa (21/1/2020).
“Memangnya kita tidak punya pemikir yang bisa mengkaji suatu keputusan agar tidak menjadi penyesalan lagi dikemudian hari? Lagi pula apa betul dengan perubahan status bisa mendongkrak PAD tanpa mengorbankan masa depan hutan (gunung) itu sendiri,” lanjutnya.
Diterangkan, lagi pula pengelolaan tetap bukan sama Pemda Kuningan tapi provinsi. Kalau mau jujur pemda tidak mampu mengelola hutan. Sebagai bukati sekelas hutan kota saja yang kecil banyak terbengkalai.
“KRK gitu-gitu aja. Menurut saya sih biarkan Ciremai menjadi lumbung air. Dengan aturan ketat TNGC saja banyak rusaknya apalagi kalau turun status dan lebih mengedepankan profit pasti semakin hancur,” tandas pria yang dikenal pendiri LSM AKar itu.
Maman meneragkan, para investor berebut masuk. Masyarakat mah tetap saja sebagai penonton. Kalau mau serius Pemda disarankan mengelola tempat-tempat yang sekarang dipegang PDAU secara maksimal. Sebab, ada beberapa yang dikawasan taman nasional seperti Talaga Remis, Balong Dalem, Cigugur, Cibunar dan lain-lain.
“Tapi faktanya ga bisa naikin PAD. Yang harus dibenahi pemda adalah mesin pencetak uangnya baik peraturan yang berpihak ke peningkatan PAD. Puluhan obyek wisata yang ada (milik perorangan dan kelompok ) tidak ada kontribusinya. BUMD juga ga produktif. gimana bisa ngangkat PAD,” pungkasnya. (agus)