KUNINGAN (MASS) - Seorang pemuda mencari seorang guru agama, pemuka agama, atau siapa pun yang bisa menjawab pertanyaannya. Sang pemuda itu menemukan seorang bijak. Ia pun bertanya, “Siapa Anda? Bisakah Anda menjawab pertanyaan saya?” “Saya hamba Allah dan dengan izin-Nya saya akan berusaha menjawab pertanyaan Anda.” jawab orang bijak.
“Anda yakin? Bahkan profesor dan banyak orang pintar saja tidak mampu menjawab pertanyaan saya.” “Saya akan mencoba sejauh kemampuan saya.” jawab orang bijak itu lagi.
“Saya punya tiga pertanyaan. Pertama, kalau memang Tuhan itu ada, tunjukkan wujud Tuhan kepada saya. Kedua, apa yang dinamakan takdir. Dan tiga, kalau setan itu diciptakan dari api kenapa dimasukkan ke dalam neraka yang terbuat dari api, tentu hal itu tidak menyakitkan bagi setan, sebab keduanya memiliki unsur yang sama. Apakah Tuhan tidak berpikir sejauh itu?”
Tiba-tiba si bijak menampar pipi anak muda itu dengan keras. Pemuda itu tentu saja kaget bukan kepalang.
“Kenapa Anda marah pada saya.” tanyanya sambil memegang pipinya yang terasa sakit. “Saya tidak marah. Tamparan itu adalah jawaban saya atas ketiga pertanyaanmu.” jawab si bijak dengan tenang.
“Saya tidak mengerti.” si pemuda merasa heran. “Bagaimana rasanya tamparan saya?” “Jelas sakit.” “Jadi kamu percaya bahwa sakit itu ada?” “Tentu saja.” “Tunjukkan pada saya wujud sakit itu!” “Saya tidak bisa.” “Itulah jawaban saya atas pertanyaan pertama. Kita semua merasakan keberadaan Tuhan tanpa mampu melihat wujud-Nya.”
“Apakah tadi malam kamu bermimpi akan menerima tamparan dari saya hari ini?” tanya si bijak lagi. “Tidak.” si pemuda menggeleng. “Itulah yang dinamakan takdir.
“Terbuat dari apa tangan yang saya gunakan untuk menampar kamu?” si bijak kembali bertanya. “Dari kulit.” jawab si pemuda. “Terbuat dari apa pipi kamu?” “Dari kulit juga.” “Bagaimana rasanya tamparan saya?” “Sakit.” “Walaupun setan dan neraka sama-sama terbuat dari api, neraka tetap menjadi tempat yang menyakitkan bagi setan.”
Kisah di atas memberikan pelajaran (ibrah) yang sangat berharga kepada kita kaum Muslimin --salah satunya-- tentang pentingnya untuk mengenal Allah (makrifatullah). Dengan mengenal-Nya, seseorang akan terhindar dari sifat sombong, angkuh, merasa paling benar, dan paling pintar.
Untuk mengenal-Nya, selain dengan membaca alam semesta, dalam diri kita sendiri pun terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah SWT. Seseorang yang mengenal akan siapa dirinya (makrifatul insan) maka ia pun akan mengenal-Nya (makrifatullah).
Dalam hal ini, Allah SWT berfirman, “Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segala wilayah bumi dan pada diri mereka sendiri, hingga jelas bagi mereka bahwa Al-Quran itu adalah benar. Tiadakah cukup bahwa sesungguhnya Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu?” (Q.s. Fushshilat [41]: 53).
Ketahuilah bahwa sikap sombonglah yang menyebabkan iblis tetap dalam kekafiran. Karena orang yang sombong menolak kebenaran dan meremehkan serta menganggap rendah orang lain.
“Sombong adalah menolak kebenaran dan meremehkan manusia.” (H.r. Muslim)
Sifat sombong ini pula yang dapat menyebabkan kehancuran dan seseorang sulit untuk masuk surga, sebagaimana disabdakan oleh Rasulullah SAW.
“Tidak akan masuk surga orang yang dalam hatinya terdapat kesombongan sebesar biji sawi.” (H.r. Muslim).
Semoga Allah membimbing kita kaum Muslimin agar terjauhkan dari sikap sombong dan meremehkan orang lain sehingga terhindar dari siksa api neraka. Amin.***
KH. Imam Nur Suharno, SPd, SPdI, MPdI
Pemateri Majelis Taklim di Kuningan Jawa Barat)