KUNINGAN (MASS) – Masalah perijinan bangunan RS Terpadu di Jl Cut Nyak Dien Windusengkahan, SPBU Jl Baru Ancaran dan lainnya, jadi sorotan para pemerhati. Mestinya, kecurigaan rakyat segera ditindaklanjuti oleh para wakilnya di DPRD.
“Dewan jangan jadi partisan pengusaha, bela-belain mengubah tata ruang hanya untuk mengakomodir kepentingan pengusaha,” pinta Ketua DPD LBH Kosgoro Kuningan, Hermawan, Minggu (23/12/2018).
Dalam konteks perijinan RS Terpadu, Hermawan melihat dari luas lahan tidak memadai untuk mengintegrasikan pemukiman dan rumah sakit. Ia mensinyalir telah terjadi maal administrasi.
“Masa Amdal belum keluar tapi IMB sudah ada. Ini miniatur kasus Meikarta di Kuningan. Patut diduga ada praktik suap untuk memuluskan proses,” tandas pria yang akrab disapa Wawan itu.
Para pihak, imbuh Wawan, harus melakukan audit terhadap munculnya IMB. DPRD harus proaktif membongkar dugaan pelanggaran administrasi ini karena menurut dia, potensi suapnya sangat besar.
“Sebagai pengawas pembangunan, DPRD jangan takut dengan backing atau pemilik modal,” pintanya.
Lebih lanjut Wawan mengatakan, pemda seharusnya konsisten jika kawasan permukiman alokasinya untuk wilayah Sindang Agung ke timur. Namun ia mempertanyakan kenapa ada perumahan Balcony yang menggunakan lahan produktif, begitu juga RS Terpadu.
“Kuningan belum membutuhkan kehadiran RS Terpadu. Lihat jumlah penduduk, pendapatan masyarakat. Rasio jumlah penduduk dan instalasi kesehatan masih sangat memadai. Kalau mau, bikin rumah sakit khusus semisal mata, jantung, paru-paru, ginjal dan lain-lain,” ucapnya.
Lantaran pembangunan RS Terpadu sudah berjalan tanpa kelengkapan ijin, Wawan meminta agar pemda menjatuhkan sanksi disinsentif atas bangunan yang didirikan tidak sesuai aturan Amdal dan lainnya. Namun terlebih dulu harus membekukan IMB terlebih dulu.
Ia menjelaskan, sanksi disinsentif bisa dijatuhkan lebih besar dari nilai tarif per meter persegi dalam IMB.
“Terapkan 10 kali lipat misalnya. Kalau nilai investasi Rp25 milyar, IMBnya Rp100 juta, nilai insentif dijatuhkan sampai maksimal Rp5 milyar,” sebutnya.
Wawan bicara seperti itu karena menurut dia pelanggarannya berpotensi merusak lingkungan untuk jangka panjang. Ia merasa kasihan kepada anak cucu. Untuk itu pemda dan dewan diminta oleh Wawan untuk bersikap tegas.
“Belum lagi di sekitar situ kan banyak berdiri minimarket. Ini perijinannya gimana kaitan dengan jarak dan lainnya,” pungkas Wawan. (deden)