KUNINGAN (MASS) – Pembangunan sering kali dilakukan dengan memanfaatkan lahan kosong, seperti hutan sekunder, semak belukar, atau lahan pertanian yang tidak aktif. Meskipun pembangunan tersebut mendukung pertumbuhan ekonomi dan kebutuhan pemukiman, perubahan fungsi lahan tanpa perencanaan ekologis yang matang dapat menimbulkan bencana alam. Fenomena ini menunjukkan adanya keterkaitan yang kuat antara aspek ekologis dan dampak lingkungan akibat alih fungsi lahan.
Dampak Ekologis Pembangunan Lahan Kosong
Perubahan penggunaan lahan dari fungsi alami menjadi kawasan terbangun memicu gangguan ekologis, seperti:
1. Hilangnya tutupan vegetasi, yang mengurangi kemampuan lahan menyerap air hujan.
2. Fragmentasi habitat, yang mengganggu keseimbangan ekosistem lokal.
3. Penurunan keanekaragaman hayati, karena spesies kehilangan habitat alaminya.
4. Perubahan struktur tanah, akibat pemadatan, pengerasan permukaan, dan erosi.
Jenis Bencana Alam yang Terjadi
Akibat gangguan ekologis tersebut, berbagai bencana alam dapat terjadi, antara lain:
1. Banjir
Vegetasi yang hilang mengurangi kemampuan tanah untuk menyerap air, sehingga aliran permukaan meningkat.
Sistem drainase buatan yang tidak memadai memperburuk genangan air.
2. Longsor
Lereng yang sebelumnya ditopang oleh akar tumbuhan menjadi labil setelah dibuka untuk pembangunan.
Peningkatan beban struktural di atas tanah tidak stabil mempercepat keruntuhan tanah.
Aspek Ekologis yang Terabaikan
Dalam banyak kasus, perencanaan pembangunan di lahan kosong kurang mempertimbangkan prinsip-prinsip ekologi, seperti:
– Daya dukung lingkungan yang terbatas.
– Fungsi ekologis alami lahan kosong sebagai daerah resapan air atau habitat satwa liar.
– Keterhubungan lanskap, yang berperan menjaga aliran energi dan materi antar ekosistem.
Ketika aspek-aspek ini diabaikan, pembangunan yang tampaknya “tidak berbahaya” justru menimbulkan risiko ekologis jangka panjang.
Maka dari itu, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Kuningan menyoroti bencana longsor yang terjadi di kawasan Cilengkrang, Kecamatan Kramatmulya, sebagai dampak dari pembangunan yang tidak terkendali. Kejadian ini menimbulkan pertanyaan serius mengenai kepatuhan terhadap prinsip pengelolaan sumber daya alam sebagaimana diatur dalam Pasal 33 Ayat 3 UUD 1945.
Pasal tersebut menegaskan bahwa “Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.” Namun, realitas di lapangan menunjukkan bahwa eksploitasi lahan tanpa kajian lingkungan yang memadai telah mengakibatkan ketidakseimbangan ekosistem, yang berujung pada bencana alam seperti longsor di Cilengkrang.
PMII Kuningan mendesak pemerintah daerah untuk melakukan evaluasi terhadap kebijakan pembangunan di kawasan rawan bencana. Selain itu, diperlukan kajian akademis yang mendalam guna memastikan bahwa setiap proyek pembangunan tidak bertentangan dengan prinsip keberlanjutan lingkungan.
Kami menuntut transparansi dan akuntabilitas dalam setiap kebijakan pembangunan. Jangan sampai kepentingan ekonomi jangka pendek mengorbankan keselamatan masyarakat dan kelestarian lingkungan,selain itu kami juga mempertanyakan kenapa bisa di kawasan lindung dan lahan resapan air ada pembangunan yang izin AMDAL nya masih dipertanyakan.
Seharusnya pemerintah berupaya Untuk mengurangi risiko bencana alam akibat massivenya pembangunan yang melanggar UU No.32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup serta diperlukan pendekatan berbasis ekosistem, antara lain:
1. Perencanaan tata ruang yang memperhatikan zonasi ekologis
2. Pembangunan berkelanjutan (green infrastructure)
3. Restorasi vegetasi penyangga di area rawan bencana
4. Evaluasi AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) yang ketat sebelum pembangunan
PMII juga mengajak masyarakat untuk lebih aktif dalam mengawasi kebijakan pembangunan yang berpotensi merusak lingkungan. Kesadaran kolektif dan partisipasi publik menjadi kunci dalam menjaga keseimbangan ekosistem serta mencegah bencana serupa terjadi di masa mendatang.
Bencana alam yang muncul akibat pembangunan di lahan kosong bukanlah kejadian yang sepenuhnya alami, melainkan hasil dari ketidakseimbangan ekologis akibat aktivitas manusia. Oleh karena itu, penting bagi setiap perencanaan pembangunan untuk mempertimbangkan aspek ekologis secara menyeluruh, demi menjaga fungsi lingkungan dan mencegah terjadinya bencana yang merugikan masyarakat.
Oleh :
Dhika Purbaya (Ketua Cabang PMII Kuningan)
